Hasan Al-Basri mempunyai jiran yang bernama Simeon, seorang penyembah api. Suatu hari Simeon jatuh sakit dan ajalnya hampir tiba. Sahabat-sahabat meminta agar Hasan sudi mengunjunginya. Akhirnya Hasan pun mendapatkan. Simeon yang terbaring di tempat tidurnya dan badannya telah hitam disebabkan api dan asap.

"Takutlah kamu kepada Allah," Hasan menasihat. "Engkau telah mensia-siakan seluruh usiamu di tengah-tengah api dan asap."

"Ada tiga perkara yang telah menghalangku untuk menjadi seorang muslim. Pertama adalah kenyataan walaupun kamu semua membenci dunia tapi Siang dan malam mengejar harta kekayaan.

Kedua, kamu semua mengatakan bahawa mati adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi namun tidak bersedia untuk meng hadapinya.

Ketiga, kamu semua mengatakan bahawa wajah Allah akan dilihat, namun hingga saat ini masih melakukan segala yang tidak diredhai-Nya," jawab Simeon penyembah api.

"Inilah ucapan dari manusia-manusia yang sungguh­ sungguh mengetahui. Jika setiap muslim berbuat begitu, apakah yang sepatutnya engkau katakan? Mereka mengakui keesaan Allah sedangkan engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, dan aku tidak pernah berbuat seperti itu. Jika kita sama-sama terseret ke neraka, api neraka akan membakar dirimu dan diriku.

Tetapi jika diizinkan Allah, api tidak akan berani menghanguskan walau sehelai rambut pada tubuhku. Ini disebabkan api diciptakan Allah dan segala ciptaan-Nya tunduk kepada perintah-Nya. Walaupun engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, marilah kita bersama-sama menaruh tangan kita ke dalam api agar engkau dapat menyaksikan sendiri betapa api itu sesungguhnya tidak berdaya dan betapa Allah itu. Maha Kuasa," jawab Hasan.

Setelah berkata demikian Hasan memasukkan tangannya ke dalam api. Namun sedikit pun tidak cedera atau terbakar. Melihatkan hal itu Simeon merasa hairan. Suatu ilmu telah diketahuinya.

"Selama tujuh puluh tahun aku telah menyembah api, kini hanya dengan satu atau dua helaan nafas saja yang tinggal, apakah yang harus kulakukan?" Simeon mengeluh.

"Jadilah seorang muslim," jawab Hasan.

"Jika engkau memberiku jaminan bahawa Allah tidak akan menghukum diriku, barulah aku menjadi muslim. dengan jaminan itu aku tidak mahu memeluk agama Islam," kata Simeon.
Hasan segera membuat satu surat jaminan.

Ramai orang-orang yang jujur di kota Basrah memberi kesaksian mereka di atas surat jaminan tersebut. Simeon menitiskan air mata dan menyatakan dirinya sebagai seorang muslim. Kepada Hasan ia berwasiat, "Setelah aku mati, mandikanlah aku dengan tanganmu sendiri, kuburkanlah aku dan selitkan surat jaminan ini di tanganku. Surat ini akan menjadi bukti bahawa aku adalah seorang muslim."

Setelah berwasiat demikian, ia mengucap dua kalimah syahadat dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Mereka memandikan mayat Simeon, men solatkannya dan menguburkannya dengan surat jaminan di tangannya. Di malam harinya Hasan berbaring sambil merenungi apa yang telah di lakukannya itu. "Bagaimana aku dapat menolong seseorang yang sedang tenggelam sedang aku sendiri dalam keadaan yang serupa. Aku sendiri tidak dapat menentukan nasibku, tetapi mengapa aku berani me mastikan apa yang akan dilakukan oleh Allah?"

Dalam keadaan memikirkan hal itu, Hasan terlena. Ia bermimpi bertemu dengan Simeon, wajah cerah dan bercahaya seperti sebuah pelita; di kepalanya ada sebuah mahkota. Ia memakai sebuah jubah yang indah dan sedang berjalan-jalan di taman syurga.

"Bagaimana keadaanmu Simeon?" Tanya Hasan kepadanya.

"Mengapakah engkau bertanya padahal kau menyaksikan sendiri? Allah Yang Maha besar dengan segala kemurahan-Nya telah menghampirkan diriku kepada-Nya dan telah memperlihatkan wajah-Nya kepadaku. Pemberian yang dilimpahkan-Nya kepada ku melebihi segala-galanya. Engkau telah memberi ku surat jaminan,terimalah kembali surat jaminan ini kerana aku tidak memerlukannya lagi," jawab Simeon.

Ketika Hasan terbangun ia mendapati surat itu telah berada di tangannya. Hasan berseru, "Ya Allah, aku menyedari bahawa segala sesuatu Engkau lakukan adalah tanpa sebab kecuali kerana kemurahan-Mu semata. Siapakah yang akan tersesat di pintu-Mu? Engkau telah mengizinkan seseorang yang telah menyembah api selama tujuh puluh tahun lamanya untuk menghampiri-Mu, semata-mata kerana sebuah ucapan. Betapakah Engkau akan menolak seseorang yang telah beriman selama tujuh puluh tahun?"

Semoga kita dapat ambil iktibar daripada apa-apa yang baik dalam artikel ini, dan jika terdapat mana-mana kesilapan fakta, jutaan maaf di pohon, dan sama-sama kita perbaiki, inyshaa Allah. Dan segala yang baik itu datangnya daripada Allah, dan yang tidak baik itu hakikatnya dari Allah jua tetapi atas kelemahan saya sebagai makhlukNya. Wallahua'lam...

Tiada siapa dapat menafikan bahawa ilmu itu sangat penting. Kalau hendak dunia perlu pada ilmu, kalau hendak Akhirat juga perlu pada ilmu. Menuntut ilmu itu terutama yang berbentuk fardhu ain adalah wajib bagi setiap orang Islam yang berbentuk fardhu kifayah pula wajib ke atas masyarakat Islam.

Allah mengangkat orang yang berilmu itu beberapa darjat. Tidak sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Orang yang takutkan Allah itu adalah dari kalangan orang-orang yang berilmu. Orang jahil itu adalah musuh Allah. Rasulullah menganjurkan supaya menuntut ilmu walaupun sampai ke Negara China dan bermula menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang lahad.

Walaupun ilmu itu sangat berharga dan penting, namun sama ada ilmu itu dapat memberi manfaat atau tidak, adalah satu perkara yang lain. Ramai yang mempunyai ilmu terutama ilmu agama tetapi ibadah, akhlak dan cara hidup mereka sama sahaja dengan orang yang tidak mempunyai ilmu. Ramai orang mempunyai banyak ilmu agama tetapi pada masa yang sama masih menolong system dan fahaman yang sangat bertentangan dengan Islam.

Namun ingat, bahwa ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu yang membuahkan amalan, itulah ilmu yang bermanfaat. Syaikh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah mengatakan, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu itu ada dalam rangka mencapai sesuatu yang lainnya. Fungsi ilmu diibaratkan seperti sebuah pohon, sedangkan amalan adalah seperti buahnya. Maka setelah mengetahui ajaran agama Islam seseorang harus menyertainya dengan amalan. Sebab orang yang berilmu akan tetapi tidak beramal dengannya lebih jelek keadaannya daripada orang bodoh. Di dalam hadits disebutkan, “Orang yang paling keras siksanya adalah seorang berilmu dan tidak diberi manfaat oleh Allah dengan sebab ilmunya”. Orang semacam inilah yang termasuk satu diantara tiga orang yang dijadikan sebagai bahan bakar pertama-tama nyala api neraka. Di dalam sebuah sya’ir dikatakan,

Orang alim yang tidak mau
Mengamalkan ilmunya
Mereka akan disiksa sebelum
Disiksanya para penyembah berhala
(lihat Hasyiyah Tsalatsatul Ushul, hal. 12)

Ancaman bagi orang yang berilmu tapi tidak beramal

Syaikh Nu’man bin Abdul Karim al Watr mengatakan, “Di dalam Al Qur’an Allah ta’ala sering sekali menyebutkan amal shalih beriringan dengan iman. Dan Allah juga mencela orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan. Dan Allah mengabarkan bahwa perbuatan seperti itu sangat dimurkai-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah karena kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash Shaff [61] : 2-3) Di dalam shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadits Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya keledai yang menggerakkan penggilingan. Maka penduduk neraka pun berkumpul mengerumuninya. Mereka bertanya, “Wahai fulan, apakah yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kami dari kemungkaran?”. Dia menjawab, “Dahulu aku memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru melakukannya”. Oleh sebab itu ilmu harus diamalkan, shalat harus ditegakkan, zakat juga harus ditunaikan dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya Allah tidak memiliki tujuan lain dalam menciptakan makhluk kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyaat [51] : 56)” (lihat Taisirul Wushul, hal. 10)

Mempunyai banyak ilmu itu tidak menjamin apa-apa. Yang penting ilmu itu difahami, dihayati dan diamalkan. Hadis ada menyebut:

"Kalau Alah mahukan kebaikan itu ke atas seseorang itu, akan diberiNya orang itu faham tentang agama."

Hadis ini tidak menyebut akan diberiNya ilmu tetapi menyebut akan diberi 'faham' tentang agama. Jelas sekali bahawa mempunyai ilmu itu lain dan faham tentang agama itu satu perkara yang lain pula.

Ilmu jangan dibuat seperti pakaian. Pakaian bukan sebahagian daripada tubuh badan kita. Kadang-kadang kita pakai dan kadang-kadang kita buka. Itu sebabnya kita lihat sesetengah orang yang berilmu, kalau bercakap tentang Islam di atas pentas, di dalam forum atau ceramah, sungguh kagum kita mendengar apa yang mereka perkatakan. Keluar dari mulut berbagai-bagai istilah Islam yang hebat-hebat. Iman, taqwa, muqarrobbin, siddiqin, muhasabah, musyahadah, muraqobah, murabahah, khusyuk, khuduk dan sebagainya. Tetapi apabila turun pentas, cakap- cakap sudah jadi lain. Bila berjumpa dia di kedai, dia cakap pasal politik. Bila jumpa di restoran dia cakap pasal main bola. Bila jumpa di pejabat, dia cakap pasal gaji dan elaun. Cakap pasal pinjaman rumah dan pinjaman kereta. Cakap-cakap Islam sudah tidak ada lagi. Bila naik ke pentas semula, mula balik cakap pasal Islam.

Ilmu mesti mendarah daging. Tidak cukup hanya dihafal sahaja. Ilmu mesti mengisi dan mengalir di seluruh pelosok hati dan jiwa kita. Ilmu mesti dirasakan dan dihayati. Barulah ilmu itu dapat diamalkan dan diperjuangkan. Barulah ilmu itu dapat jadi penyuluh dalam hidup kita. Barulah ilmu itu dapat membentuk akhlak dan peribadi kita. Segala perbuatan dan percakapan kita jangan terlepas dari dipandu oleh ilmu yang tersemat di hati kita. Apa pun yang kita buat, kita buat Islam. Apa pun yang kita cakap, Islam tidak kira di mana dan dengan siapa. Barulah akan terpancar ilmu Islam itu di dalam kehidupan kita seharian.

Ilmu mesti disertakan dengn taqwa. Barulah ilmu itu boleh dirasai oleh hati dan diterjemahkan sebagai akhlak lahir dan batin. Bila akhlak sudah sesuai dan selari dengan ilmu Islam, maka bolehlah dikatakan kita sudah berakhlak Islam. Ketika itu kita tidak perlu bercakap banyak. Akhlak kita sudah cukup untuk menarik manusia kepada Islam.

Sayidatina Aisyah r.ha pernah ditanya oleh seorang sahabat bagaimanakah akhlak Rasulullah SAW? Beliau menjawab: "Akhlak Rasulullah ialah seperti Al Quran."

Berkata Iman Ghazali (ra) dalam kitabnya, Minhajul A’bidin,

”Kelebihan yang disegerakan Allah Taala terhadap hambaNya apabila melakukan ketaatan kepada-Nya, yang sentiasa berkhidmat kepadaNya, dan menghabiskan usia hidupnya pada jalan ini”

1.Allah Taala sentiasa menyebut dan memuji namanya, dan semulia-mulia hamba itu apabila Tuhan sekalian alam sentiasa menyebut dan memujinya.

2. Tuhan sendiri mengucapkan terimakasih dan meninggikan kedudukannya. Kalau diri diucapkan terima kasih oleh makhluk yang dhaif dan membesar-besarkan dirinya, nescaya diri menjadi mulia kerananya, apalagi Tuhan Yang Awal dan Akhir.

3. Allah Taala sangat mengasihinya dan kiranya manusia dicintai, oleh seorang Penghulu Kampung atau seorang raja dalam sesebuah negeri, sudah tentu dirinya berasa megah dan mendapat manfaat daripadanya. Betapa pula kasih yang diberi oleh Tuhan sekalian alam.

4. Allah Taala sendiri menjadi wakil kepadanya untuk mentadbirkan segala urusannya.

5. Allah Taala memeliharakan rezekinya dan ke mana saja ia pergi, maka di situ terdapat rezeki yang tidak perlu berasa susah payah pun.

6. Allah Taala sendiri menolong dan mengawal dirinya daripada musuh seteru dan menolak apa saja orang yang berniat untuk menyakiti hatinya dan melakukan kejahatan.

7. Allah Taala sendiri yang menjinakkan hatinya hingga tidak berasa keliaran hati terhadap sesuatu perkara yang baru datang, malah ia tidak berasa takut jika berlaku perubahan dan penggantian.

8. Dirinya sentiasa dipermuliakan dan tidak mendapat kehinaan sekalipun membuat kerja-kerja yang hina pada pandangan mata orang ramai. Tetapi ia tidak rela berkhidmat kepada raja-raja di dunia ini dan pembesar-pembesar negeri.

9. Tinggi hemah sekira-kira tidak ingin melumurkan diri dengan kecemaran dunia atau menjadi ahli dunia dan tidak pula ingin berpaling kepada perhiasan dan permainannya seperti permainan budak-budak yang olok-olok belaka.

10. Kaya hati, dan dirasa dirinya sekaya-kaya manusia dalam dunia. Nafsunya sentiasa tenang lega dan riang hati, malah tidak kisahkan kelaparan dan menyusahkan hatinya kalau ketiadaannya

11. Bersinar-sinar cahaya nur hati sehingga dapat memberi petunjuk dengan sinaran itu kepada orang ramai mengenai hal-hal ilmu pengetahuan, rahsia-rahsia, dan hikmah-hikmah yang tidak dapat diberi oleh manusia biasa, kecuali dengan ijtihad yang bersungguh-sungguh dan usia yang berpanjangan.

12. Lapang dada dan tidak berasa susah hati terhadap sesuatu bala yang menimpanya di dunia dan tidak berasa sakit hati dan susah hati atas apa yang diumpat dan diperkatakan oleh manusia.

13. Kelihatan hebat dan menakutkan nafsu dan hati orang ramai hingga terpaksa dihormati oleh kawan dan lawan dan amat ditakuti oleh orang yang sombong dan takbur juga orang yang berkepala batu, sekalipun ia seorang penguasa yang zalim.

14. Dicintai oleh hati manusia, sepertimana firman Allah Taala:
Ertinya, “Tuhan Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang.” (Surah Maryam: 96). Oleh itu, anda lihatlah segala hati bersikap sayang kepadanya, dan semua nafsu bertabiat suka membesar-besarkan dan mempermuliakan dirinya.

15. Allah Taala menganugerahkannya keberkatan yang am, samada pada percakapan, perbuatan, pakaian, tubuh badan, dan sebagainya.

Syafaat Al-Quran

Di dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda yang bermaksud:

"Pada hari Kiamat nanti, di hadapan Allah swt tidak akan ada syafaat yang mempunyai taraf yang lebih tinggi daripada Al-Quran, bukan Nabi, bukan malaikat dan sebagainya".

Melalui hadis di atas kita dapat mengetahui bahawa Al-Quran adalah pemberi syafaat yang mana syafaatnya akan diterima Allah.

Terdapat satu riwayat menyatakan bahawa, “Apabila seseorang itu meninggal dunia dan keluarganya sibuk melakukan upacara pengebumian, seorang yang kacak akan berdiri di bahagian kepalanya. Apabila mayat itu di kafankan, orang itu akan datang mendiami antara dadanya dan kain kafan itu. Bila selesai dikebumikan, orang ramai akan pulang ke rumah dan datanglah dua malaikat, Munkar dan Nakir cuba untuk memisahkan orang yang kacak itu supaya mereka dapat membuat pertanyaan mengenai iman orang yang meninggal dunia itu tanpa sebarang gangguan. Tetapi orang yang kacak itu akan berkata, “ Dia adalah kawanku. Aku tidak akan meninggalkannya berseorangan walau dalam keadaan apa sekalipun. Jalankanlah tugas kamu tetapi aku tidak akan meninggalkannya sehigga aku membawanya masuk ke syurga!” Selepas itu dia berpaling ke arah mayat sahabatnya dan berkata, “Akulah Al-Quran yang mana engkau telah membacanya kadang kala dengan suara yang perlahan dan kadang kala dengan suara yang kuat. Janganlah engkau bimbang. Selepas pertanyaan Munkar dan Nakir ini , engkau tidak akan berasa dukacita lagi.” Bila pertanyaan selesai, orang yang kacak itu akan mengadakan untuknya satu hamparan sutera yang penuh dengan kasturi dan malaikat-malaikat dari syurga.

Keterangan hadis ini menunjukkan bahawa al-Quran mempunyai fadilat yang amat besar sebagai jaminan serta pelindung bagi pembaca yang mengamalkan segala kandungannya.

Alangkah indahnya dan bahagianya sekiranya orang itu adalah kita. Kita tahu tentang tingginya syafaat Al-Quran, tetapi dengan mengetahuinya sahaja tanpa berusaha untuk mendekati dan merebut syafaat itu kita adalah orang-orang yang rugi. Cuba kita renungkan sejenak diri kita sendiri. Ajal dan maut adalah ketentuan Allah. Bila ia telah datang kita tidak akan mampu memperlambat atau mempercepatkannya walaupun untuk tempoh sesaat. Dan apabila berada di dalam kubur siapakah lagi yang akan menemani kita jauh sekali memberi bantuan kecuali amalan-amalan kita sewaktu di dunia. Allah telah menjanjikan Al-Quran sebagai pemberi syafaat terulung dan janji Allah itu adalah benar. Dekatilah Al-Quran dan jadikanlah ia teman di dunia dan pemberi syafaat di akhirat. Semoga Allah memberi kita restu dan hidayahNya…. AMIN!!!

Agama Islam menyuruh penganutnya supaya selalu bermohon kepada Allah swt. Setiap doa yang terbit dari hati yang tulus ikhlas akan diperkenankan oleh Allah Yang Maha Pemurah.

Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 186 yang bermaksud:
Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang aku (Allah) maka (jawablah) bahawa aku ini hampir. Aku memperkenankan doa orang yang memohon apabila dia (sungguh-sungguh) bermohon kepadaKu. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, semoga mereka selalu mendapat panduan yang baik .

Ramai manusia mengeluh bahawa doanya masih belum diperkenankan Tuhan. Setiap pagi dan malam dia menadahkan tangan bermohon kepada Allah tetapi apa yang dimintanya tidak kunjung tiba.

Timbul pertanyaan di dalam hatinya : Kenapakah permohonannya itu masih belum dikabulkan Tuhan? Jarang orang yang berusaha untuk melakukan penelitian apakah sebab-sebabnya.

Pada hakikatnya sebab-sebabnya itu banyak terletak pada diri si pemohon itu sendiri. Kerana salah satu syarat yang penting untuk mendapat pengkabulan doa dari Ilahi haruslah doa itu disertai denagn hati yang khusyuk, bukan berdoa hanya di mulut sahaja. Tidak ada ertinya mulut yang kumat kamit sehingga kering tekak tetapi hati menerawang ke alam lain, jiwa tidak khusyuk mengadap Ilahi.

Dalam salah satu hadis dijelaskan bagaimana sifat dan bentuk doa yang diperkenankan Allah.
Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : Apabila kamu meminta kepada Allah bermohonlah dalam keadaan kamu yakin sepenuhnya akan dikabulkan Tuhan. Allah tidak memperkenankan doa seorang hamba yang hatinya lalai.

Dari hadis tersebut, ditegaskan oleh Rasulullah saw supaya setiap orang yang berdoa harus yakin bahawa doanya akan diperkenankan Tuhan sama ada segera atau lambat. Yakin itu akan timbul apabila seluruh jiwa dan raga dipusatkan mengadap Ilahi.

Salah seorang ulama sufi yang terkemuka iaitu Ibrahim Bin Adham yang hidup pada abad kelapan, pernah memberikan huraian tentang sebab-sebab doa seseorang tidak diperkenankan Tuhan. Tatkala berkunjung ke Basrah, beliau menerima pertanyaan dari sebahagian penduduk : Kenapakah nasib kami masih belum berubah, pada hal kami selalu berdoa, sedangkan Allah menjanjikan dalam al-Quran akan memperkenankan doa setiap orang yang bermohon? Ibrahim Bin Adham memberikan jawapan bahawa sebab-sebabnya ada 10 macam, iaitu:

Yang pertama : Kamu tidak menunaikan hak-hak Allah. Kamu kenal Allah tetapi tidak memenuhi hak-haknya. Hak Allah swt yang paling utama ialah untuk disembah. Setiap orang wajib mensyukuri nikmat yang dilimpahkan Allah kepadanya dengan jalan menyembahnya dengan sebenar-benar erti ibadah.Bagaimanakah Tuhan akan memperkenankan doa seseorang hamba kalau Tuhan mengatakan supaya dia berjalan ke kanan tapi masih ditempuhnya jalan ke kiri.

Kedua : Kamu tidak mengamalkan isi al-Quran. Kamu senantiasa membaca al-Quran tapi tidak kamu amalkan isi-isinya. Kitab Suci al-Quran senantiasa dibaca, dilagukan dengan bermacam-macam lagu tetapi isinya tidak dipelajari dan dihayati. Kalau pun ada satu dua ayat yang dapat difahamkan tidak pula diamalkan bahkan kadang-kadang sengaja dilanggar.

Ketiga : Kamu tidak mengamalkan sunnah Rasulullah saw. Kamu selalu mendakwa cinta kepada Rasulullah saw tapi kamu tinggalkan sunnahnya. Rasulullah saw menunjukkan jalan yang lurus tapi tidak sedikit manusia yang memilih jalan yang bengkok. Kadang-kadang ada juga yang katanya mengikuti Sunnah Rasul tapi apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang dilakukan atau digariskan oleh Rasulullah saw, masih lagi mengikuti perkara-perkara khurafat yang bukan dari al-Quran atau as-Sunnah yang sahih.

Keempat : Kamu patuh kepada syaitan. Kamu sentiasa menyatakan bermusuh dengan syaitan tapi kamu patuhi dia. Syaitan itu adalah musuh manusia yang selalu berusaha menjatuhkan anak Adam ke lembah kehinaan dengan jalan mempengarohi nafsu manusia yang jelik. Dalam pergaulan hidup sehari-hari kebanyakkan manusia berlutut kepada syaitan dengan memperturutkan hawa nafsu yang buruk. Seharusnya manusialah yang menguasai nafsunya dan dengan sikapnya itu dia akan berjaya mengalahkan godaan syaitan.

Kelima : Kamu menerjunkan diri sendiri ke jurang kebinasaan. Kamu selalu berdoa supaya terhindar dari api neraka tapi kamu limparkan dirimu sendiri ke dalamnya. Iaitu kebanyakkan manusia ingin memasuki pintu kebahgiaan tapi sebaliknya dia sendiri seolah-olah mengunci pintu itu. Dia tidak mahu mengerjakan kebajikan tapi selalu bergelumang dengan perbuatan dosa dan maksiat.

Keenam : Ingin masuk Syurga tapi tidak beramal. Iaitu kamu berdoa untuk masuk Syurga tapi kamu sendiri tidak beramal untuknya.

Ketujuh : Sedar akan mati tapi tidak bersiap-siap untuk menghadapinya. Kamu mengatakan bahawa kematian itu pasti datang tapi tidak pula mempersiapkan diri menghadapinya. Kamu mengakui dan insaf bahawa hidup di dunia ini hanya sementara sahaja sedangkan hidup yang abadi ialah di akhirat kelak, namun demikian kamu tidak mengerjakan amal saleh yang akan menjadi anak kunci membuka pintu kehidupan yang abadi itu.

Kelapan : Kamu melihat cacat orang lain, cacat sendiri tidak nampak. Kamu sibuk memikirkan dan mengurus aib saudara-sudaramu, tapi kamu tidak melihat aib kamu sendiri . Orang yang demikian selalu menuding jari kepada orang lain tapi amat jarang menghadapkan telunjuknya ke dadanya sendiri.

Kesembilan : Kamu mengecap nikmat tetapi tidak bersyukur. Kamu makan nikmat Ilahi tapi kamu tidak bersyukur atas kurnia itu. Sejak kecil manusia menikmati nikmat Ilahi dan beratus-ratus kurniaan yang lainnya tapi tidak berterima kasih, malah kadang-kadang membangkang menunjukkan sikap bongkak dan lupa daratan.

Kesepuluh : Kamu menguburkan jenazah tapi tidak menginsafkan diri. Kamu turut menguburkan orang yang mati tapi kamu sendiri tidak mengambil iktibar dari peristiwa itu. Iaitu kalau ada orang yang meninggal dunia kamu selalu tidak ketinggalan turut menghantar jenazah itu sampai ke kubur, tapi malang sekali jarang kamu mengambil pelajaran dari kejadian itu, bahawa apabila hari ini kita turut menghantar orang ke kubur, mungkin esok lusa kita sendiri akan dihantar orang.

Demikianlah sepuluh sebab doa seseorang tidak diperkenankan Allah menurut butir-butir hikmah Ibrahim bin Adham. Ini seharusnya mengetuk pintu hati setiap mukmin untuk membuat penilaian dan mengenal diri sendiri. Moga-moga Allah menjadikan kita orang-orang mukmin yang melaksanakan kewajipan-kewajipan kita dengan ikhlas dan yakin.

Fir’aun, raja zalim yang memerintah Mesir ribuan tahun lalu, mengaku dirinya Tuhan. Dia meminta setiap rakyatnya mengakui dan menyembahnya. Mereka yang ingkar dibunuh.

Seorang sahabat baiknya yang juga penjaga perbendaharaan negara, Hazaqil, tidak setuju Fir’aun mengakui dirinya Tuhan.

Pada suatu hari, ketika Fir’aun menjatuhkan hukuman mati ke atas 40 orang ahli sihir yang telah beriman kepada Allah, Hazaqil sangat tidak setuju.

Hazaqil menghadap Fir’aun dan membantah hukuman itu.

“Tuanku, patik tidak setuju dengan hukuman mati ke atas 40 ahli sihir itu. Walaupun mereka beriman kepada Allah, mereka sudah berjasa kepada negara kita ini,” Hazaqil mempertikaikan hukuman yang dijatuhkan oleh Fir’aun.

“Mereka dihukum mati kerana tidak mengakui beta sebagai Tuhan mereka!” tegas Fir’aun dengan nada marah, sambil menambah:

“Kalau kamu mempertahankan nasib ahli-ahli sihir itu, itu bermakna kamu juga seorang daripada mereka yang beriman kepada Allah.”

Fir’aun mula berfikir mengapa Hazaqil mempertahankan nasib 40 ahli sihir yang dihukum mati itu.

“Oleh kerana kamu salah seorang daripada mereka, beta jatuhkan hukuman mati ke atas kamu,” kata Fir’aun tanpa teragak-agak menjatuhkan hukuman mati ke atas sahabat yang juga pegawai kerajaannya itu.

Hazaqil dibawa keluar dari istana. Dia diikat pada sebatang pohon kurma. Dia kemudian dipanah pengawal Fir’aun sehingga mati.

Isteri Hazaqil, iaitu Siti Masyitah, yang bertugas sebagai pendandan puteri Fir’aun, berasa sangat sedih dan kecewa atas pembunuhan suaminya itu.

Dia semakin benci melihat wajah Fir’aun dan keimanannya kepada Allah semakin teguh.

Pada suatu pagi, ketika Siti Masyitah menyikat rambut puteri Firaun, dia teringatkan suaminya. Tumpuan kepada tugasnya hilang. Tiba-tiba sikat yang digunakan menyikat rambut puteri Fir’aun jatuh ke lantai.

“Allahu Akbar,” kata Siti Masyitah lalu mengambil sikat itu.

“Masitah, kamu akan dihukum kerana berkata begitu. Apakah ada Tuhan lain selain ayahandaku?” tanya puteri Fir’aun.

“Ya. Memang ada Tuhan yang patut disembah, bukan ayahanda tuan puteri,” kata Masyitah dengan tegas dan berani.

Puteri sangat marah, lalu mengadu hal itu kepada bapanya. Darah Fir’aun menyirap mendengar kata-kata anaknya. Dia lalu meminta Masyitah menghadapnya.

“Siapakah Tuhan kamu?” Tanya Fir’an dengan marah.

“Allah, itulah Tuhan saya,” jawab Masyitah dengan tegas.

“Biadab! Kamu akan dihukum sebab menghina beta,” tegas Fir’aun lalu memerintahkan pengawal memasak minyak dalam kuali yang sangat besar untuk dihumbankan Masyitah ke dalamnya.

“Dengar rakyat semua, inilah hukuman kepada orang yang tidak mengaku beta sebagai Tuhan.”

Fir’aun terus memandang Siti Masyitah. Dia berkata: “Beta beri satu peluang terakhir kepada kamu, adakah kamu mengaku beta sebagai Tuhan kamu?”

Siti Masyitah tidak peduli. Baginya, biarpun dia dihukum, keimanannya kepada Allah tidak akan berubah.

Tiba-tiba, anaknya yang masih bayi, dengan izin Allah, berkata:

“Wahai ibu, janganlah terpedaya dengan kata-kata syaitan yang dilaknat Allah. Kematian kita akan mendapat rahmat daripada Allah dan pintu syurga sentiasa terbuka menanti kedatangan kita.”

Siti Masyitah terkejut mendengarkan bayinya boleh berkata-kata. Dia bersyukur kepada Allah lantas dengan hati tabah, menuju ke kuali besar berisi minyak panas itu.

“Allahu Akbar!” teriak Siti Masyitah lalu terjun bersama dua orang anaknya ke dalam kuali itu.

Orang ramai yang hadir dan melihat kejadian itu berasa terkejut dan sedih melihat Siti Masyitah dan dua anaknya menjadi korban Fir’aun demi mempertahankan agama Allah.

Tiba-tiba mereka terhidu bau yang sangat harum keluar daripada kuali besar berisi minyak mendidih yang telah ‘memasak’ Masyitah dan anak-anaknya itu.

Para ulama yang mengenal Allah lalu mereka mencintai-Nya, maka merekalah orang-orang yang berbahagia. Mereka tidak memikirkan kecuali tentang berbagai ilmu yang diberikan Allah kepadanya.

Contohnya, Abu al-Hasan az-Zahid, kerana keberaniannya menentang penguasa zalim Mesir di masanya, Ahmad Toulun, maka beliau dimasukkan ke dalam kandang singa. Seketika itu juga, singa yang lapar itu meraung dan mendekat.

Abu al-Hasan tetap tenang duduk, tidak bergerak dan tidak berundur sedikit pun. Orang-orang yang menyaksikan nampak tegang dan gementar.

Ada yang ketakutan kerana pemandangan yang amat mengerikan itu, bahkan ada yang sampai menangis. Singa itu maju mundur mendekatinya, kadang meraung lalu diam. Sesudah itu, ia mengangguk-anggukkan kepalanya, mendekat kepada Abu al-Hasan lalu menciumnya dan pergi tanpa berbuat apa-apa. Orang ramai pun berteriak dengn takbir dan tahlil.

Apa yang lebih hebat daripada itu? Tatkala Ibnu Toulon bertanya kepada Abu al-Hasan tentang apa yang ada di dalam fikirannya, ketika itu dia menjawab: "Aku berfikir tentang air liur singa tersebut, seandainya mengenaiku. Apakah najis atau tidak?"

"Apa kamu tidak takut kepada singa?" tanya Ibnu Toulon.

Abu al-Hasan menjawab: "Tidak, kerana sesungguhnya Allah melindungiku."

Inilah kebahagiaan yang nyata, yang dihasilkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat. Inilah kelapangan yang selalu diburu oleh setiap manusia.

Orang yang mempunyai sifat malu dikatakan sebagai orang yang mencintai Allah. Kerana orang yang malu melakukan maksiat bererti dia malu kepada Allah. Bila dia malu kepada Allah bererti dia mencintai Allah.

Perlu kita ketahui bahawa malu itu ada dua macam:

Pertama, malu yang tumbuh sebagai pembawaan dan tabiat yang tidak melalui proses pembentukan. Ini merupakan satu dari bentuk-bentuk akhlak yang paling mulia yang dikurniakan Allah kepada hamba-hamba dan yang sengaja Ia ciptakan untuk hamba-hamba-Nya itu. Kerana itulah Rasulullah bersabda: "Malu itu tidak akan terwujud kecuali untuk kebaikan."

Malu dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan hina, mendorong untuk berbuat sesuai dengan ukuran-ukuran akhlak mulia. Dengan itu malu termasuk karakter keimanan.

Diriwayatkan dari Umar radhiAllahu `anhu yang berkata: "Barangsiapa yang malu maka ia akan menutupi diri, dan barangsiapa yang menutupi diri maka ia telah menjaga diri, dan barangsiapa menjaga diri maka ia mendapatkan perlindungan."

Sedangkan Al-Jarrah bin Abdullah al-Hukmy -- salah seorang pasukan berkuda dari Syam -- mengatakan: "Aku meninggalkan dosa-dosa itu empat puluh tahun kerana malu, baru kemudian muncul sikap warak kepada diriku." Selain dia juga ada mengatakan: "Aku melihat kemaksiatan itu sebagai keburukan, maka aku pun meninggalkannya kerana pertimbangan harga diri, dan kerananya terhindarlah nilai agama yang ada."

Kedua, yang melalui proses pembentukan kerana pengaruh bermakrifat kepada Allah. Maksud dari bermakrifat kepada Allah di sini adalah mengetahui keagungan-Nya, kedekatan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, daya jangkauan-Nya atas mereka, dan daya penglihatan-Nya terhadap apa yang tidak tertembus pandangan mata dan yang tersembunyi rapi di dalam dada. Inilah karakter keimanan yang tertinggi itu. Bahkan inilah darjat ihsan yang paling tinggi. Malu juga boleh terlahir dari bagaimana cara seseorang itu melihat nikmat-nikmat-Nya dan bagaimana pula ia lalai untuk mensyukuri-Nya.

Jika sahaja sikap malu ini terbuang maka setelah itu tidak ada lagi yang dapat merintangi keinginan dirinya untuk berbuat kejelekan dan kehinaan, yang pada akhirnya ia seakan-akan menjelma menjadi orang yang tanpa memiliki iman.

Malu tidak boleh disamakan dengan ketidakmampuan hati, yang jelas-jelas akan melahirkan sikap meremehkan hak-hak Allah mahupun hak-hak hamba-Nya. Sikap ini bukan malu yang dimaksud dalam pembahasan ini, namun ianya lebih merupakan sebuah kelemahan, cacat dan kehinaan.

Nabi Muhammad s.a.w adalah nabi dan rasul terakhir. Tiada lagi nabi dan rasul selepas baginda. Ini bersesuaian dengan maksud ayat 40, surah al-Ahzab: "Bukanlah Muhammad itu bapa daripada seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Baginda dilahirkan pada Isnin, 12 Rabiulawal Tahun Gajah, kira-kira 570 Masihi. Baginda lahir daripada keturunan mulia lagi berkedudukan dalam masyarakat Arab dan diperakui sebagai insan terbaik di kalangan anak Adam.


Hadis riwayat Ahmad ada menerangkan, maksudnya: "Sesungguhnya Allah menjadikan makhluk, maka Allah menjadikan aku sebaik-baik makhluk-Nya, Dia menjadikan beberapa kabilah, maka menjadikan aku dalam sebaik-baik kabilah..."

Baginda datang daripada keturunan Nabi Ismail, manakala nabi lain daripada keturunan Nabi Yaakub. "Sesungguhnya Allah memilih Ismail daripada anak Ibrahim, memilih Bani Kinanah daripada Bani Ismail, memilih bangsa Quraisy daripada Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim daripada bangsa Quraisy dan memilih aku daripada Bani Hasyim." (Hadis riwayat Muslim)

Menurut Ibnu Abbas, Rasulullah s.a.w dilahirkan pada Isnin, baginda dilantik menjadi nabi pada Isnin, baginda berhijrah dari Makkah ke Madinah juga pada Isnin dan baginda wafat juga pada Isnin.

Baginda mempunyai beberapa nama, selain Muhammad, antaranya Ahmad, Al-Aqibah (kesudahan; kerana tiada nabi selepasnya), Al-Hasyir (menghimpun; kerana manusia dihimpunkan atas agama yang dibawanya) dan Khatamun Nabiyyin (penamat semua nabi).

Ayahnya Abdullah, seorang saudagar meninggal dunia dalam perjalanan dari Syria ke Makkah ketika baginda dalam kandungan ibunya berusia enam bulan.

Baginda menjadi yatim sejak dalam perut ibunya, manakala menjadi yatim piatu dalam usia enam tahun apabila ibunya meninggal dunia di Abwa, sebuah desa di antara Makkah dan Madinah.

Kemudian baginda tinggal bersama datuknya, Abdul Mutalib. Datuknya pula meninggal, lalu baginda dipelihara bapa saudaranya, Abu Talib.

Pada usia 12 tahun, baginda mengikuti bapa saudaranya Abu Talib membawa barang perniagaan ke Syam. Tetapi sebelum sampai ke tempat itu, iaitu di Bushra, kabilah yang disertai baginda ini bertemu dengan seorang pendeta Nasrani, bernama Buhaira.

Pendeta itu mendapati ada tanda kenabian pada diri baginda, lalu dia menasihatkan Abu Talib supaya segera membawa anak saudaranya itu (Muhammad) pulang semula ke Makkah, kerana dikhuatiri terserempak dengan orang Yahudi lalu dianiayai mereka.

Dari zaman kanak-kanak, sehingga meniti usia remaja dan dewasa, peribadinya sangat terpuji, diakui masyarakat, malah diberikan kepercayaan yang tinggi kerana bijak dan dapat mententeramkan kekecohan sehingga memuaskan hati semua pihak yang bertikai.

Tetapi selepas kerasulannya, baginda tidak lagi dipandang tinggi oleh sebilangan besar masyarakat Quraisy, malah ada yang mengejek dan melemparkan pelbagai tohmahan. Baginda dibenci hampir keseluruhan masyarakat Quraisy.

Semua pujian mengenai kebaikan dan kebijaksanaan baginda lenyap begitu saja hanya kerana status kerasulan dari Allah itu.

Oleh kerana tidak suka kepada kerasulan itu, orang Quraisy khususnya kalangan bangsawan mahu memperdayakan baginda dengan menabur pelbagai janji manis, termasuk wanita cantik dan harta setinggi gunung.

Nabi Muhammad menolak semua itu dan baginda tidak sedikit pun menyesal dengan keputusan yang dilakukannya. Baginya amanah Allah melalui kerasulannya amat penting dan paling utama untuk dipegang dan disampaikan kepada manusia.

Ternyata orang Quraisy tidak menyerah kalah semudah disangkakan, malah kali ini tampil dengan wajah bengis, mahu mengancam nyawa baginda. Mereka berusaha sedaya-upaya untuk membunuh Muhammad, menghalang segala usaha Muhammad.

Apabila dirasakan keadaan semakin genting di kota Makkah, Nabi Muhammad s.a.w memutuskan berhijrah ke Madinah. Pada saat akhir ke Madinah juga baginda masih diburu orang Quraisy, tetapi baginda terselamat dan berjaya tiba di sana.

Di Madinah benih dakwah Islam subur, hingga memberikan kekuatan kepada Rasulullah s.a.w untuk menakluki kota Makkah daripada pemuka kafir Quraisy dengan dibantu kalangan sahabat yang menyaksikan kegemilangan misi dakwahnya.

Apabila menundukkan kafir Quraisy, saat itulah Islam dapat dikembangkan di kota Makkah dengan mudah, malah makin ramai tertarik dengan kebenaran dakwah Muhammad s.a.w, berbondong-bondong memperakui keesaan Allah dan kebenaran Muhammad s.a.w sebagai rasul-Nya.

Pengutusan Muhammad s.a.w sebagai Nabi dan Rasul terakhir kepada manusia yang melangkaui sempadan negara dan bangsa adalah rahmat yang membolehkan manusia seisi dunia mengenali jalan kebenaran dan kejayaan.

Dengan usaha baginda jugalah manusia dapat membezakan antara yang baik dan buruk, dosa dan pahala, Tuhan dan hamba, dunia dan akhirat, manusia dan haiwan, malaikat dan iblis, keamanan dan kekacauan serta kebenaran dan kepalsuan.

Firman Allah bermaksud: Kami tidak mengutuskan engkau (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. (al-Anbiya: 107)NABI Muhammad s.a.w adalah nabi dan rasul terakhir. Tiada lagi nabi dan rasul selepas baginda. Ini bersesuaian dengan maksud ayat 40, surah al-Ahzab: "Bukanlah Muhammad itu bapa daripada seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Baginda dilahirkan pada Isnin, 12 Rabiulawal Tahun Gajah, kira-kira 570 Masihi. Baginda lahir daripada keturunan mulia lagi berkedudukan dalam masyarakat Arab dan diperakui sebagai insan terbaik di kalangan anak Adam.

Hadis riwayat Ahmad ada menerangkan, maksudnya: "Sesungguhnya Allah menjadikan makhluk, maka Allah menjadikan aku sebaik-baik makhluk-Nya, Dia menjadikan beberapa kabilah, maka menjadikan aku dalam sebaik-baik kabilah..."

Baginda datang daripada keturunan Nabi Ismail, manakala nabi lain daripada keturunan Nabi Yaakub. "Sesungguhnya Allah memilih Ismail daripada anak Ibrahim, memilih Bani Kinanah daripada Bani Ismail, memilih bangsa Quraisy daripada Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim daripada bangsa Quraisy dan memilih aku daripada Bani Hasyim." (Hadis riwayat Muslim)

Menurut Ibnu Abbas, Rasulullah s.a.w dilahirkan pada Isnin, baginda dilantik menjadi nabi pada Isnin, baginda berhijrah dari Makkah ke Madinah juga pada Isnin dan baginda wafat juga pada Isnin.

Baginda mempunyai beberapa nama, selain Muhammad, antaranya Ahmad, Al-Aqibah (kesudahan; kerana tiada nabi selepasnya), Al-Hasyir (menghimpun; kerana manusia dihimpunkan atas agama yang dibawanya) dan Khatamun Nabiyyin (penamat semua nabi).

Ayahnya Abdullah, seorang saudagar meninggal dunia dalam perjalanan dari Syria ke Makkah ketika baginda dalam kandungan ibunya berusia enam bulan.

Baginda menjadi yatim sejak dalam perut ibunya, manakala menjadi yatim piatu dalam usia enam tahun apabila ibunya meninggal dunia di Abwa, sebuah desa di antara Makkah dan Madinah.

Kemudian baginda tinggal bersama datuknya, Abdul Mutalib. Datuknya pula meninggal, lalu baginda dipelihara bapa saudaranya, Abu Talib.

Pada usia 12 tahun, baginda mengikuti bapa saudaranya Abu Talib membawa barang perniagaan ke Syam. Tetapi sebelum sampai ke tempat itu, iaitu di Bushra, kabilah yang disertai baginda ini bertemu dengan seorang pendeta Nasrani, bernama Buhaira.

Pendeta itu mendapati ada tanda kenabian pada diri baginda, lalu dia menasihatkan Abu Talib supaya segera membawa anak saudaranya itu (Muhammad) pulang semula ke Makkah, kerana dikhuatiri terserempak dengan orang Yahudi lalu dianiayai mereka.

Dari zaman kanak-kanak, sehingga meniti usia remaja dan dewasa, peribadinya sangat terpuji, diakui masyarakat, malah diberikan kepercayaan yang tinggi kerana bijak dan dapat mententeramkan kekecohan sehingga memuaskan hati semua pihak yang bertikai.

Tetapi selepas kerasulannya, baginda tidak lagi dipandang tinggi oleh sebilangan besar masyarakat Quraisy, malah ada yang mengejek dan melemparkan pelbagai tohmahan. Baginda dibenci hampir keseluruhan masyarakat Quraisy.

Semua pujian mengenai kebaikan dan kebijaksanaan baginda lenyap begitu saja hanya kerana status kerasulan dari Allah itu.

Oleh kerana tidak suka kepada kerasulan itu, orang Quraisy khususnya kalangan bangsawan mahu memperdayakan baginda dengan menabur pelbagai janji manis, termasuk wanita cantik dan harta setinggi gunung.

Nabi Muhammad menolak semua itu dan baginda tidak sedikit pun menyesal dengan keputusan yang dilakukannya. Baginya amanah Allah melalui kerasulannya amat penting dan paling utama untuk dipegang dan disampaikan kepada manusia.

Ternyata orang Quraisy tidak menyerah kalah semudah disangkakan, malah kali ini tampil dengan wajah bengis, mahu mengancam nyawa baginda. Mereka berusaha sedaya-upaya untuk membunuh Muhammad, menghalang segala usaha Muhammad.

Apabila dirasakan keadaan semakin genting di kota Makkah, Nabi Muhammad s.a.w memutuskan berhijrah ke Madinah. Pada saat akhir ke Madinah juga baginda masih diburu orang Quraisy, tetapi baginda terselamat dan berjaya tiba di sana.

Di Madinah benih dakwah Islam subur, hingga memberikan kekuatan kepada Rasulullah s.a.w untuk menakluki kota Makkah daripada pemuka kafir Quraisy dengan dibantu kalangan sahabat yang menyaksikan kegemilangan misi dakwahnya.

Apabila menundukkan kafir Quraisy, saat itulah Islam dapat dikembangkan di kota Makkah dengan mudah, malah makin ramai tertarik dengan kebenaran dakwah Muhammad s.a.w, berbondong-bondong memperakui keesaan Allah dan kebenaran Muhammad s.a.w sebagai rasul-Nya.

Pengutusan Muhammad s.a.w sebagai Nabi dan Rasul terakhir kepada manusia yang melangkaui sempadan negara dan bangsa adalah rahmat yang membolehkan manusia seisi dunia mengenali jalan kebenaran dan kejayaan.

Dengan usaha baginda jugalah manusia dapat membezakan antara yang baik dan buruk, dosa dan pahala, Tuhan dan hamba, dunia dan akhirat, manusia dan haiwan, malaikat dan iblis, keamanan dan kekacauan serta kebenaran dan kepalsuan.

Firman Allah bermaksud: Kami tidak mengutuskan engkau (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. (al-Anbiya: 107

Hadis :
Daripada Abu Hurairah r.a, daripada Nabi SAW bersabda maksudnya: "Sesiapa yang melepaskan sesuatu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan hari Akhirat dan sesiapa melapangkan seorang yang berada di dalam kesempitan Allah akan melapangkan untuknya di dunia dan di akhirat dan sesiapa yang menutup keburukan saudaranya maka Allah akan menutup keburukannya di dunia dan akhirat dan Allah pasti menolong hamba-Nya selagi mana hambanya menolong saudaranya. Dan sesiapa mengikuti satu jalan untuk mencari ilmu Allah akan memudahkan untuknya jalan ke syurga. Tidak berkumpul satu kaum di dalam rumah dari rumah-rumah Allah dan saling belajar dan mengajar antara satu sama lain melainkan turunlah ketenangan atas mereka, rahmat meliputi mereka, para malaikat mengerumuni mereka dan Allah akan menyebut (nama-nama) mereka di sisi-Nya. Dan sesiapa yang kurang amalannya maka nasab (keturunannya) tidak akan dapat menyempurnakannya." (Muslim)

Huraian :
Masyarakat Islam adalah seperti satu jasad yang setiap anggota akan merasai apa yang dirasai oleh orang lain malah mereka juga bersama-sama berkongsi kegembiraan. Maka antara yang menjadi kewajipan penting seorang Muslim ialah agar segera melepaskan kesempitan yang dialami oleh saudaranya. Dengan cara ini masyarakat yang sempurna dan tolong-menolong dapat diwujudkan. Sebaliknya mencari-cari keburukan orang lain dan menyebarkannya pula adalah satu tanda kemunafikan kerana disebabkan perkara tersebut sesuatu kejahatan yang dilakukan itu boleh menjadi pemangkin kepada orang yang sepertinya agar lebih agresif dan liar dengan kejahatan hingga seluruh masyarakat menjadi rosak. Sesungguhnya balasan Allah SWT kepada makhluk-Nya adalah dalam bentuk yang menyerupai amalan yang dilakukan itu.

Fadhilah Bismillah

Membaca Bismillah setiap kali melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan sebenarnya memberi kebaikan yang sangat banyak. Allah sendiri memerintahkan para malaikat supaya mencatat pahala bagi umat manusia yang membaca Bismillah.

Seseorang yang membaca Bismillah sebanyak 21 kali ketika hendak tidur, akan aman dariapda gangguan syaitan, kecurian, maut yang mendadak dan bala. Sementara pasangan yang membacanya ketika hendak berjimak, akan melahirkan anak yang soleh dan bagi ibu bapanya kebajikan sejumlah tarikan nafas anak itu.

Membaca 41 kali Bismillah ke telingan orang yang pengsan, insya Allah dia akan segera sedar. Membaca 313 kali Bismillah serta 100 kali selawat ke atas Nabi SAW pada waktu pagi hari Ahad sewaktu matahari terbit dengan menghadap kiblat, insya Allah akan mendapat rezeki yang tidak terduga.

Bagi ibu bapa yang mempunyai anak yang bebal, eloklah dibaca Bismillah sebanyak 786 kali, kemudian ditiupkan pada air lalu diberi minum anak itu selama tujuh hari pada saat matahari terbit, insya Allah lenyaplah kebebebalannya. Perkara yang sama juga dilakukan kepada adik-beradik, suami, isteri atau sesiapa yang dimaksudkan.

Sesiapa yang membaca 50 kali Bismillah di hadapan orang orang zalim, akan tunduk dan takutlah orang zalim itu. Bagi perempuan yang hamil, tulislah 61 kali kalimah Bismillah hingga akhirnya dengan huruf Arab di atas kertas putih lalu sisipkannya ke perut wanita itu, insya Allah hidup anak yang dikandung itu.

Mereka yang berniaga, bacalah 786 kali di hadapan dagangannya lalu dihembuskan selama tujuh hari. Insya Allah dengan izin Allah akan majulah perniagaannya.

Di sebalik pembinaan kota besar hasil kemajuan pembangunan dan kemodenan yang melanda hampir seluruh pelusuk dunia hari ini, masih terdapat satu kawasan rahsia di muka bumi ini yang menyimpan ribuan makhluk misteri.

Sehingga kini, penerokaan demi penerokaan di seluruh kawasan bumi masih belum menemui wilayah asing itu sekali gus menyebabkan kewujudan makhluk terbabit tidak akan dikenal pasti pengkaji atau manusia umumnya.

Bagaimanapun, kewujudan makhluk itu adalah sahih dan suatu hari nanti, mereka akan muncul juga di hadapan manusia. Akan tetapi, ketika makhluk itu muncul, sudah terlambat untuk manusia berbuat apa-apa lagi.

Tiada lagi kajian mengenai sejarah kewujudan atau penyelidikan sains dilakukan terhadap makhluk itu seperti penemuan artifak atau spesies baru ketika ini kerana sewaktu munculnya makhluk dikenali Yakjuj dan Makjuj itu, dunia sudah terlalu hampir dengan kiamat!

Sejak dikurung ribuan tahun lalu, kewujudan dan lokasi ‘pusat tahanan’ Yakjuj dan Makjuj masih menjadi misteri kepada manusia.

Bagaimanapun, kewujudan dua makhluk itu adalah pasti lantaran ia dinyatakan dalam al-Quran serta tergolong dalam perkara ghaib yang wajib diimani manusia menerusi tanda besar berlakunya kiamat.

Pensyarah Jabatan Al-Quran dan Al-Hadith, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya (API-UM), Prof Madya Dr Fauzi Deraman, berkata Yakjuj dan Makjuj bukanlah berupa haiwan atau spesies lain sebaliknya ia adalah manusia yang berasal daripada keturunan Nabi Adam AS.

Katanya, mengikut hadis, bangsa Yakjuj dan Makjuj berasal daripada keturunan anak lelaki Nabi Nuh AS iaitu Yafis yang berkembang melewati masa sehinggalah Zulkarnain membina tembok bagi menghalang mereka keluar dari lokasi mereka.

“Cerita mengenai sejarah Yakjuj dan Makjuj tertera dalam al-Quran menerusi surah al-Kahfi, ayat ke-92 hingga 98 manakala kebangkitan mereka dinyatakan dalam surah an-Anbiyaa’, ayat ke-96 dan 97,” katanya.

Allah berfirman menerusi ayat surah al-Kahfi itu: “Kemudian dia (Zulkarnain) menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia sampai antara dua gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.

“Mereka berkata: ‘Hai Zulkarnain, sesungguhnya Yakjuj dan Makjuj itu orang yang membuat kerosakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara mereka?’.

“Zulkarnain berkata: ‘Apa yang dikuasakan Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan peralatan), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi’.

“Hingga apabila besi itu sudah sama rata dengan kedua-dua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain: ‘Tiuplah (api itu)’. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata: ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas itu.

“Maka mereka tidak dapat mendakinya dan mereka tidak dapat melubanginya. Zulkarnain berkata: ‘Ini (dinding) adalah rahmat daripada Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku (kiamat), Dia akan menjadikannya hancur luluh dan janji Tuhanku itu adalah benar’.”

Dalam ayat surah an-Anbiyaa’ pula, Allah berfirman: “Hingga apabila dibukakan (tembok) Yakjuj dan Makjuj; dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan sudah dekatlah kedatangan janji yang benar (kaimat) maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang kafir. (Mereka berkata): ‘Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian mengenai ini, bahkan kami adalah orang yang zalim’.”

Dr Fauzi berkata, selain dua surah al-Quran itu, terdapat banyak hadis kuat yang membicarakan mengenai Yakjuj dan Makjuj tetapi terdapat juga perbezaan pendapat di kalangan ulama mengenai ciri-ciri bangsa itu yang tidak diterangkan nas.

“Hadis riwayat Imam Ahmad pula menerangkan ciri fizikal Yakjuj dan Makjuj yang antara lain bermuka bulat dan kulit kekuningan seperti wajah kebanyakan penduduk Asia Tengah.

“Ulama juga cenderung mengatakan Yakjuj dan Makjuj berasal dan dikurung di benua Asia Tengah berdasarkan tafsiran ayat ke-90 dari surah al-Khafi yang menyebut Zulkarnain sampai ‘di tempat terbit matahari’ iaitu timur dunia,” katanya.

Pendapat lain menambah yang Yakjuj dan Makjuj berkemungkinan berasal daripada bangsa Tartar dan Mongul manakala lokasi tahanan mereka adalah kawasan pergunungan luas Caucasus.

Beliau berkata, kebanyakan ulama menyatakan yang bangsa itu terus wujud sehingga kini tetapi dipisahkan daripada dunia manusia oleh Allah SWT menerusi tembok dibina Zulkarnain itu.

Katanya, tugas bangsa itu setiap hari sejak ribuan tahun lalu adalah mengorek tembok itu untuk tembus ke dunia manusia tetapi Allah masih menghalang mereka dengan kembali meneguhkan benteng berkenaan sehinggalah hampirnya hari kiamat.

“Allah akan mengizinkan tembok itu runtuh dan Yakjuj dan Makjuj bebas ke dunia manusia apabila hampirnya kiamat dan peristiwa itu menjadi satu daripada 10 tanda besar kiamat,” katanya.

Yakjuj dan Makjuj juga muncul selepas kematian Dajal yang dibunuh Nabi Isa AS dan bangsa itu akan mendatangkan kerosakan besar di muka bumi. Kekuatan mereka dikatakan luar biasa dan terlalu hebat sehingga tiada sesiapa yang mampu menewaskan kumpulan itu.

“Nabi Isa AS memerintahkan manusia yang masih beriman berlindung di pergunungan bagi mengelak menjadi mangsa Yakjuj dan Makjuj; baginda kemudian berdoa kepada Allah SWT dan Allah membinasakan mereka dengan mengutuskan ulat yang menyerang belakang badan golongan itu sehingga mati.

“Selepas bangsa Yakjuj dan Makjuj mati serta menjadi busuk, Allah mengutuskan seekor burung besar untuk mengangkut dan membersihkan mayat itu dari bumi,” katanya.

Menyoroti dalil kewujudan Yakjuj dan Makjuj, manusia seharusnya yakin mempertahankan akidah Islam dan tidak bertangguh memohon keampunan dan keredaan Allah kerana mereka yang masih lalai adalah golongan yang diterangkan dalam surah an-Anbiyaa’ di atas seperti firman-Nya: “(Mereka berkata): ‘Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian mengenai ini, bahkan kami adalah orang yang zalim’.”

Abdullah ibn Mas'ud, beliau termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam, bahkan termasuk dalam deretan keenam dari orang-orang yang memeluk agama Islam. Waktu itu usianya belum mencapai 15 tahun. Ia menyaksikan salah satu mukjizat Nabi SAW lalu mengujinya dan masuk Islam tanpa ragu. Sepanjang hayatnya beliau setia terhadap Rasul hingga akhir hayat beliau.

Abdullah Ibn Mas’ud merupakan orang yang kuat menghafal Al-Quran. Ia mendengar ayat-ayat Al-Quran dari Nabi sendiri lalu menghafalnya sesuai dengan yang ia dengar. Nabi SAW pernah berkata: “Barangsiapa ingin membaca Al-Quran seperti keadaan/bacaan ketika diturunkannya, hendaklah ia membaca sebagaimana bacaan Ibn Ummi Abd (Abdullah Ibn Mas’ud).”

Mengenai kisah masuk Islamnya adalah kerana ia menyaksikan sesuatu mukjizat Nabi sebagaimana diriwayatkannya: “Saat itu aku masih muda. Aku menggembala ternak milik Uqbah Ibn Mu’ith. Lalu datanglah Rasulullah SAW bersama Abu Bakar yang sedang menjauhkan diri dari orang-orang musyrik.

Nabi bertanya: “Hai pemuda, adakah engkau memiliki air susu yang boleh kami minum?”

Jawabku: “Tidak ada.”

Sabda Nabi: “Adakah kamu mempunyai seekor kambing betina usia empat tahun yang belum digauli oleh kambing jantan?”

Jawabku: “Ada.”

Kemudian aku membawa kambing tersebut kepada baginda. Nabi memegang kambing itu sambil mengusap-usap tetek kambing seraya berdoa. Tiba-tiba susu kambing itu membesar, lalu Abu Bakar datang menuju baginda sambil membawa sebuah bekas, dan baginda memerah susu ke dalam bekas tadi. Setelah itu Rasulullah meminum susu tersebut lalu sisanya diberikan kepada Abu Bakar, kemudian diberikan kepadaku.

Sesudah itu Nabi SAW bersabda yang ditujukan kepada susu kambing: “Menyusutlah.” Seketika itu juga susunya mengempis. Aku berkata kepada baginda: “Wahai Rasulullah, ajarilah aku ucapan tersebut!” Baginda menjawab: “Engkau adalah pemuda yang pandai!” Setelah aku masuk Islam, aku hafal 70 surat dari lisan baginda sendiri. Dan tiada seorangpun yang dapat menandingi aku dalam hal ini.”

Sejak pertemuan pertama dengan Rasulullah dan kesaksiannya terhadap mukjizat tersebut, Abdullah Ibn Mas’ud mencapai darjat yang tinggi dalam iman. Dirinya dipenuhi dengan cahaya kebenaran dan setia kepada Nabi. Beliau menghafal wahyu satu demi satu dan membaca Al-Quran sebagaimana ia mendengarkannya dari Nabi. Beliau termasuk orang pertama yang mengumandangkan Al-Quran di hadapan kaum Quraisy tanpa rasa takut akan kemarahan dan balas dendam mereka kepadanya.

Dia adalah seorang pemuda berbadan kurus, tidak memiliki suatu kesenangan duniawi. Ia merasa cukup kuat dengan kurnia Tuhan-Nya, sehingga menjadikannya pemberani dalam menghadapi peristiwa yang berbahaya. Waktu itu para sahabat Nabi berharap agar kaum Quraisy mahu mendengarkan Al-Quran, akan tetapi siapa yang berani mengumandangkan bacaannya di hadapan mereka? Hal ini merupakan peristiwa yang memerlukan keberanian dan pengorbanan teristimewa sekali kerana kaum Quraisy bersikap memusuhi terhadap agama baru (Islam).

Tentu saja siapa pun yang berani mengumandangkan Al-Quran, yang merupakan seruan untuk memeluk agama itu, akan menemukan gangguan kaum Quraisy. Yahya Ibn Umayyah meriwayatkan peristiwa tersebut dengan ucapannya:
“Abdullah Ibn Mas’ud merupakan orang yang pertama mengumandangkan Al-Quran setelah Rasulullah SAW.

Suatu ketika para sahabat Nabi berkumpul, lalu mereka berkata: “Demi Allah, kaum kafir Quraisy tidak mendengar Al-Quran ini dikumandangkan sama sekali. Siapakah gerangan orang yang berani membuat mereka mendengarkannya?”

Spontan Abdullah Ibn Mas’ud berkata: “Saya!”

Para sahabat Nabi berkata: “Kami mengkhuatirkan keadaanmu. Kami menghendaki adanya seorang lelaki yang memiliki kabilah tersendiri yang boleh mencegah mereka darinya, jika mereka mahu.”

Jawab Abdullah Ibn Mas’ud: “Setelah itu, sesungguhnya Allah akan membelaku.”

Kemudian berangkatlah Ibn Mas’ud hingga sampai pada tempat yang tinggi sedangkan kaum Quraisy ada di bawahnya. Ia berdiri lalu membaca: “Bismilla hirrahma nirrahim (dengan suara keras), ar-rahma ‘allamal Quran.” Setelah itu ia membaca di hadapan kaum kafir Quraisy.

Timbullah dua ucapan dari mereka: “Apa yang diucapkan oleh Ibn Ummi Abd? Ia membaca sebahagian dari yang dibaca/dibawa oleh Muhammad. Lantas mereka berdiri menuju kepadanya. Terjadilah apa yang dikehendaki oleh Allah. Setelah itu ia pulang menuju para sahabatnya dengan penuh derita di wajah dan badannya.

Para sahabat berkata: “Inilah yang aku takutkan terjadi padamu.”

Maka jawabnya: “Musuh-musuh Allah itu hanya perkara kecil bagiku sekarang. Andaikata engkau inginkan lagi, tentu aku akan berangkat seperti ini lagi besok.”

Jawab mereka: “Cukup bagimu.” Mereka telah mendengarkan apa yang mereka benci.”

Peristiwa hebat ini menjelaskan sejauh mana Abdullah Ibn Mas’ud mengalami pengorbanan demi memperoleh keredhaan Allah dan Rasul-Nya. Pemuda miskin ini berani menghadapi mereka tanpa dukungan kabilah yang ia miliki, menghadap (kaum) Quraisy yang memiliki harta yang berupa kekuasaan. Ia memikul beban gangguan dengan redha asal mereka dapat mendengarkan apa yang mereka benci.

Ketika Nabi mengizinkan sebahagian sahabatnya berhijrah, Abdullah Ibn Mas’ud berhijrah dua kali. Saat itu ia mencapai usia dewasa lalu kembali ke Makkah setelah jumlah kaum muslimin bertambah, dan Islam bertambah kekuatan, kemuliaan dan pertahanan.

Ketika Rasulullah mengizinkan hijrah ke Madinah, Abdulah Ibn Mas’ud ikut hijrah dan menjumpai Mu’adz Ibn Jabal. Di situlah Nabi mempersaudarakan antara umat Islam. Beliau mempersaudarakan antara Abdullah Ibn Mas’ud dengan Zubair Ibn al-Awwam dari kalangan Muhajirin, dan antara Abdullah Ibn Mas’ud dengan Mu’adz Ibn Jabal dari kalangan al-Ansar. Ia memperoleh keuntungan yang banyak kerana dekatnya dengan Nabi. Ia mendirikan rumahnya berdekatan dengan masjid Rasul.

Nikmat yang dikurniakan oleh Allah kepada Abdullah Ibn Mas’ud ini menjadikan para sahabat berharap seandainya mereka juga boleh memperoleh seperti itu. Mereka berkata: “Sesungguhnya ia boleh masuk saat kita terhalang, dan dapat menyaksikan saat kita hadir.” Mereka menganggap hal tersebut sebagai kurnia yang melimpah kerana dekatnya dengan tempat Rasul.

Sebahagian dari perkara yang menunjukkan amat cintanya Nabi SAW kepada Ibn Mas’ud adalah beliau memintanya membaca beberapa ayat Al-Quran al-Karim. Suatu ketika Rasulullah bersabda kepadanya: “Bacalah untukku, hai Abdullah.” Jawab Ibn Mas’ud: “Aku membaca untukmu? Padahal wahyu diturunkan kepadamu?”

Jawab Nabi, “Sebenarnya aku ingin mendengarkan Al-Quran dari selain diriku.”

Muhammad Ibn Thalhah Ibn Ubaidillah dilahirkan di salah satu rumah yang termulia bagi para pejuang di masa Rasulullah SAW. Ia hidup dan tumbuh dalam naungan perjuangan. Di bawah asuhan ayah yang pemberani dan beriman. Rasulullah SAW bersabda berkenaan dengan dirinya: “Barangsiapa ingin melihat seorang syahid yang berjalan di muka bumi, lihatlah Thalhah Ubaidillah.”

Yang pertama kali terlihat oleh si bayi (Muhammad Ibn Thalhah) setelah kelahirannya ke dunia ini adalah wajah Nabi SAW. Waktu itu ia dibawa ke hadapan Rasul lalu Nabi bertanya: “Nama apa yang engkau berikan padanya?” Mereka menjawab, “Muhammad.” Kata Nabi: “Itu namaku.” Julukannya Abu Al-Qasim. Kemudian baginda SAW mendoakan bayi tersebut dengan kebaikan dan berkah.

Menjelang usia mudanya, Muhammad Ibn Thalhah tekun beribadah dan khusyuk dalam sujud. Di bawah asuhan ayahnya mampu menghafal Al-Quran. Ayahnya termasuk salah seorang dari orang-orang yang pertama kali masuk Islam (as-Sabiqun al-Awwalun). Ia juga termasuk salah seorang dari 10 orang yang diberitakan masuk syurga. Juga termasuk salah seorang yang jadikan Umar sebagai calon khalifah dalam dewan permesyuaratan.

Beliau tertimpa musibah di waktu perang Uhud. Rasulullah SAW merawatnya sendiri, ertinya merawat dengan tangan baginda sendiri kepada Thalhah yang terkena anak panah sehingga tangannya terasa kaku. Rasulullah mengangkat Thalhah kepunggungnya dan membawanya sampai jauh dari para pemanah.

Pada waktu itu Rasulullah berkata: “Wajib bagi Thalhah!” Ertinya Thalhah telah melakukan suatu amal yang mewajibkannya masuk syurga.

Thalhah mendidik anaknya, Muhammad, dengan pendidikan yang mulia sehingga Muhammad tekun beribadah kepada Allah. Tidak ada kesenangan duniawi dengan segala perhiasannya, yang dapat menggantikannya dari kesibukan berzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran. Jika ia hendak solat, di malam hari ia munajat kepada Allah, sehingga lupa akan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Bahkan ia tidak tahu telah berapa lama waktunya berlalu. Oleh kerana itu ia dijuluki sebagai ahli sujud, kerana banyaknya sujud yang ia lakukan kepada Allah Azzawa Jalla.

Baginya belum merasa cukup jika hanya mendengar nasihat dari ayahnya. Ia sendiri mendengar dari Rasulullah SAW. Muhammad Ibn Thalhah juga mengunjungi ibu saudaranya Zainab binti Jahsy. Ia duduk dan mendengarkan nasihatnya yang ia terima dari Rasul. Dengan demikian ia tahu bagaimana beliau berinteraksi dengan keluarga dan pembantunya. Ia tahu bagaimana Rasulullah menerima wahyu. Hal ini makin memberinya kekuatan iman dan dapat menambah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia melaksanakan ibadah solat, puasa dan menjauhi gemerlapnya dunia dan nafsu syahwat, bahkan tetap di jalan yang lurus dalam setiap ucapan dan perbuatan.

Di samping Muhammad Ibn Thalhah menghafal Kitabullah ia juga memperhatikan ayat-ayatnya pada saat membacanya. Ia menghafal banyak hadith Nabi dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Oleh kerana itu ia mencapai kedudukan yang tinggi di antara manusia. Beliau merasa cukup dengan keadaan sederhana, merendah, tidak angkuh terhadap yang miskin, meskipun Allah memberinya kesenangan duniawi sehingga menjadikannya termasuk orang-orang yang kaya.

Sebagaimana halnya Muhammad Ibn Thalhah mulia kerana amalan hidupnya yang penuh dengan beribadah kepada Allah tidak condong pada gemerlapan kehidupan duniawi dan kenikmatannya, ia juga terhindar dari terlibatnya kehidupan kaum muslimin yang terjerumus dalam fitnah setelah wafatnya Rasulullah. Kerana itu ketika Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan terbunuh di rumahnya dalam keadaan sedang membaca Al-Quran di biliknya, Muhammad Ibn Thalhah bertanya-tanya sambil bercucuran air mata membasahi janggutnya, siapa gerangan yang membunuh Amirul Mukminin?

Apakah Muhammad Ibn Abu Bakar terlibat dalam pembunuhan tersebut ataukah isu itu hanya sengaja memalingkan dari keadaan yang sebenarnya yang dilakukan oleh orang-orang derhaka? Setelah jelas bahawa putera Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak terlibat, fikirannya mantap dan semangat cintanya berkobar. Ia amat mengharapkan agar putera Abu Bakar tersebut tidak terlibat dalam pembunuhan Amirul Mukminin.

Wafatnya Utsman merupakan awal terjadinya fitnah yang keji dan kemudian berlanjut dengan terpecahnya barisan umat Islam. Kaum muslimin membaiat Saidina Ali sebagai khalifah. Semuanya membaiat, kecuali Muawiyah dan penduduk Syam. Peristiwanya berlangsung amat cepat. Terjadilah perang unta di mana Ummul Mukminin Aisyah ra. terlibat di dalamnya.

Thalhah termasuk pemerhati atas terbunuhnya Utsman Ibn Affan. Oleh kerana itu sebenarnya ia tidak sepenuhnya terlibat dalam pertempuran ini. Justeru itu Bani Umaiyah memperoleh keuntungan darinya demi melaksanakan balas dendam. Hal ini terbukti ketika Marwan Ibn Al-Hakam mengarahkan panahnya ke Thalhah.

Saat itu Thalhah berseru: “Saya tidak menuntut balas setelah hari ini!” Thalhah menemui ajalnya, ia gugur sebagai syahid.

Adapun Muhammad Ibn Thalhah, ia sebenarnya condong kepada pihak Saidina Ali, tetapi kerana taat pada ayahnya yang terlibat dalam memerangi Saidina Ali maka ia ada di pihak lawan Ali. Meskipun demikian ia tidak berusaha membunuh seseorang. Apabila seseorang mengangkat senjata melawannya, ia berkata: “Aku ingatkan engkau dengan seorang sahabat karib!” Lalu ia menjauhinya.

Begitu seterusnya sampai datang seorang lelaki berhati keras bernama Isham Ibn Muqsyair an-Nashri menurut pendapat yang terkuat, tidak mempedulikan kata-katanya, “Aku ingatkan engkau dengan seorang sahabat karib.” Orang ini langsung mengangkat senjata ke arahnya, menikam dengan tikaman mematikan. Maka Muhammad jatuh, darahnya mengalir, lalu si pembunuh berdiri sambil melagukan beberapa syair berikut ini: Timbullah kekuatan sebagai tanda kekuasaan Tuhan
Sedikit sekali rintangan yang dijumpai oleh seorang muslim
la terpanah di bahagian bawah dadanya
Dua tangan dan mulutnya jatuh terbanting
Saat tertikam ia mengingatkanku sebagai sahabat karib
Mengapa tidak ia ucapkan sahabat karib sebelum maju? Dengan cara itulah ia mati syahid. Ia terbunuh sebagai hamba yang menegakkan ayat-ayat Allah. Ia mengingatkan tentang sahabat karib, tapi tidak terdengar dan tidak terjawab.

Setelah pertempuran selesai, Saidina Ali, puteranya Hasan, Muhammad Ibn Abu Bakar, dan Amar Ibn Yasir memeriksa medan perang, tiba-tiba Hasan melihat mayat yang wajahnya tertelungkup. Kemudian ia membalikkan badannya, dan setelah diperhatikan ia berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un (sesungguhnya segala sesuatu itu bagi Allah dan sesungguhnya segala sesuatu itu akan kembali kepada Allah).

Demi Allah, orang ini termasuk bahagian dari orang Quraisy.” Ayahnya bertanya kepadanya: “Siapa ia, wahai anakku?” Jawab Hasan, “Muhammad Ibn Thalhah.” Saidina Ali kemudian berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Orang ini ahli sujud dan pemelihara Kaabah. Ia adalah pemuda yang soleh.” Setelah itu beliau duduk, nampak sedih dan pilu. Hasan berkata kepadanya: “Wahai ayahku, dulu aku pernah mencegahmu melakukan perjalanan ini, tapi si anu dan si anu mengalahkan pendapatmu.” Jawab Saidina Ali: “Dulunya begitu (sekarang sudah terjadi), wahai anakku. Aku berharap seandainya 20 tahun yang lalu aku sudah meninggal.”

Allah menghendaki agar Thalhah dan puteranya dimakamkan dalam satu kubur. Langit membukakan pintu rahmat dan keredaan bagi kedua pahlawan syahid ini.

Disebabkan rasa takutnya kepada Allah membuatnya dapat menangis setiap kali ia membaca Al-Quran dan setiap kali solat. Oleh sebab itu, bumi tempat sujudnya basah oleh air mata. Ia juga menangis saat ia sedang menyendiri berfikir tentang hari kiamat, kesengsaraan di padang Mahsyar, menunggu hisab dan lain sebagainya. Ia adalah seorang miskin yang hanya memiliki pakaian yang dipakainya saja dan sebuah tempat tidur usang.
Ia berpendapat bahawa dunia dan semua isinya telah datang kepadanya. Kerana kesihatannya banyak menolongnya untuk beribadah kepada Allah, dan banyak membantunya untuk berjaga malam dalam melaksanakan solat dan berzikir kepada Allah. Muhammad Ibn Al-Munkadir masih membujang meskipun ia telah mencapai usia dewasa. Perkara itu dikeranakan ia tidak memiliki harta untuk membayar mahar pernikahan dan ia juga tidak mempunyai perabot rumah tangga.

Muhammad IbnAl-Munkadir mempunyai hubungan darah dengan Abu Bakar Shiddiq. Hubungan darah keduanya bertemu pada datuk yang bernama Sa’ad Ibn Tamim. Pada suatu hari, hubungan kekeluargaan ini mendorongnya datang ke rumah Aisyah binti Abu Bakar untuk mengadukan keperluannya pada Aisyah dengan harapan barangkali Aisyah dapat membantunya menutup pedihnya kelaparan dan pahitnya kemiskinan.

Setelah ia mengutarakan penderitaannya kepada Aisyah, Aisyah berkata: “Andaikata aku mempunyai wang 10,000 dirham nescaya akan kuberikan kepadamu. Pada hari itu juga, tiba-tiba Muawiyah Ibn Abu Sufyan mengirim wang 10,000 dinar kepada Aisyah. Hingga Aisyah berkata pada dirinya sendiri: Alangkah cepatnya apa yang kamu angan-angankan wahai Aisyah.”

Akhirnya Aisyah segera mengutus seseorang untuk mencari Muhammad Ibn Al-Munkadir, kemudian ia memberikan wang 10.000 dirham dimaksud. Wang itu dipergunakan Muhammad Ibn Al-Munkadir untuk membeli seorang hamba wanita untuk dijadikan isterinya. Maka dia kemudian mengakhiri masa bujangnya dan menempuh hidup baru sehingga Allah memberi kurnia kepadanya 3 anak. Ketiganya bernama: Muhammad, Abu Bakar dan Umar. Ia memberi nama mereka seperti nama Rasulullah dan dua sahabat baginda.

Pada suatu hari, salah seorang tetangga Muhammad Ibn Al-Munkadir menderita sakit keras. Setiap malam si sakit itu tidak boleh tidur dan menjerit-jerit kerana kesakitan. Sementara itu Muhammad juga mengeraskan suaranya dalam memanjatkan syukur kepada Allah. Ketika ia ditanya mengenai hal itu, ia menjawab: “Tetanggaku yang sakit itu mengeraskan suaranya kerana sakit, sedangkan aku mengeraskan suara kerana mendapat nikmat.”

Pada suatu malam, Muhammad solat dan menangis sangat lama sehingga keluarganya merasa cemas. Mereka bertanya kepadanya mengapa ia menangis? Tetapi ia tidak menjawab pertanyaan itu bahkan terus menangis sehingga mereka menyangka ia sedang mendapat suatu musibah. Maka mereka memanggil seorang sahabatnya yang bernama Abu Hazim. Mereka memberitahukan pada Abu Hazim tentang masalahnya.

Maka Abu Hazim datang kepadanya dan bertanya, Apa yang menyebabkan ia menangis, sebab keluarganya mencemaskan dirinya. Ia menjawab bahawasanya ia merasa takut setelah membaca Al-Quran yang ertinya: “Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.” Mendengar hal itu Abu Hazim ikut menangis bersamanya sehingga keluarganya menegur Abu Hazim mengapa ia menangis padahal ia dipanggil mereka untuk menenteramkan hatinya. Maka Abu Hazim memberitahu mereka tentang sesuatu yang menyebabkan mereka menangis.

Muhammad Ibn Al-Munkadir berkata: “Sesungguhnya Allah selalu menjaga orang mukmin dalam anaknya, cucunya dalam rumahnya, dan rumah yang ada di sekitarnya. Mereka sentiasa dalam lindungan Allah selagi mereka masih di tengah mereka.” Muhammad tidak pernah melihat jenazah orang mukmin melainkan ia ikut menyembahyangkannya, meskipun orang yang meninggal itu orang jahat.

Pada suatu hari ia ditanya, “Mengapa kamu mahu solat atas jenazah si fulan?” Jawabnya, “Kerana aku malu kepada Allah jika aku melihat diriku, bahawa rahmat-Nya tidak sampai pada salah seorang dari hamba-Nya.”
Di rumah yang selalu dinaungi ketakwaan, dihiasi sikap wara’ dan disinari cahaya Al-Quran, di situlah anak-anak Muhammad Al-Munkadir berkembang. Oleh kerana itu mereka pun seperti bapanya, baik dalam segi keimanan, tingkah laku mahupun ketakwaan mereka kepada Allah, hingga rumah mereka berubah menjadi tempat ibadah.

Di dalam rumah itu mereka membaca Al-Quran dan mempelajari ilmu pengetahuan. Umar Ibn Muhammad Al-Munkadir tidak pernah tidur pada malam hari dan ia banyak menangis kerana takut kepada Allah. Ketika ibunya merasa cemas padanya, maka ibunya meminta bantuan saudaranya Muhammad Ibn Muhammad Al-Munkadir, ia berkata: “Sungguh aku sangat kasihan kepada saudaramu Muhammad kerana apa yang dilakukannya, jika kamu yang menasihatinya dalam hal ini, barangkali ia akan kasihan pada dirinya sendiri.”

Maka Muhammad berbicara empat mata dengan Umar, saudaranya, ia berkata pada Umar. “Sungguh apa yang kamu lakukan itu membuatku sedih kerana memikirkan keadaanmu.” Jawab Umar. “Sungguh, bila malam tiba aku merasa takut, kerana itu aku membaca Al-Quran, dalam membaca Al-Quran aku mendapat kenikmatan yang tidak dapat dibandingkan dengan dunia seisinya. Adapun yang menyebabkan aku menangis, kerana aku takut Allah tidak menerima amalku. Demikian itu, kerana aku telah mendengar sebuah hadith Rasulullah SAW yang dimaksudnya begini. “Sungguh ada seseorang yang selalu mengerjakan amalan ahli syurga sehingga jarak antara ia dan syurga tinggal satu dzira’ (lengan), kerana takdir telah mencatat ia sebagai ahli neraka, maka tiba-tiba ia melakukan amalan ahli neraka hingga ia masuk neraka.”

Setelah itu, Umar diam sejenak, kemudian ia berkata lagi: “Wahai Muhammad, tidakkah kamu tahu, bahawa ayah kita juga sering menangis kerana takut kepada Allah hingga kedua matanya buta? Sungguh aku akan menghabiskan hidupku hanya untuk beribadah kepada Allah dan mengabdi kepada-Nya. Wahai saudaraku, orang-orang yang dahulu beriman berkata: “Di antara tanda-tanda diterimanya suatu amalan ialah, bila air matamu keluar sedangkan kamu tidak merasa. Dan tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.”

Demikian itulah kehidupan Muhammad Ibnu Al-Munkadir dan anak-anaknya. Suatu keluarga mukmin yang selalu mengingat Allah setiap saat. Masing-masing selalu menghisab dirinya dalam setiap tingkah lakunya. Semoga keluarga Muhammad termasuk keluarga yang bahagia pada hari kiamat dan termasuk keluarga yang dinaungi Allah pada hari di mana tiada naungan kecuali naungan-Nya.

Menjelang hari wafatnya, wajah Muhammad Ibnu Al-Munkadir tampak gelisah. Ketika ia ditanya, “Mengapa kamu kelihatan gelisah?” Jawabnya: “Aku takut pada ayat Al-Quran yang berbunyi: “Dan jelaslah azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. Aku takut aku akan melihat siksa Allah yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya.”

Salah seorang yang duduk di sampingnya di saat ia hampir meninggal dunia berkata padanya: “Wahai Muhammad, aku melihat sepertinya ajalmu telah dekat.” Tetapi Muhammad masih kelihatan tenang hingga tiba-tiba sahabatnya melihat wajah Muhammad bersinar seperti bulan. Maka Muhammad Ibnu Al-Munkadir berkata pada sahabatnya: “Andaikan kamu melihat tempatku nanti, nescaya kamu akan senang.” Kemudian ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Peristiwa itu terjadi di tahun 131 H.

Kejayaan gemilang yang dicapai oleh umat Islam pada zaman silam sebagaimana tercatit dalam lipatan sejarah amat sesuai untuk menjadi iktibar, pedoman dan sukat-sukat bagi generasi masa kini dan akan datang. Kehebatan mereka membangunkan sebuah tamadun yang unggul di persada dunia, dalam keadaan yang tidak pernah mengabaikan peranan agama dalam proses pencapaian kegemilangan tersebut, jelas membuktikan betapa penting keimanan atau kepercayaan kepada Allah Subhanahu Wata'ala dalam proses pembangunan supaya seluruh aktiviti dapat digerakkan secara terancang dan dalam bentuk yang bersepadu agar ia tidak terkeluar dari skop penunaian tugas manusia sebagai 'hamba' dan 'khalifah' di atas muka bumi dengan batasan kuasa dan kapasiti kemampuan yang ada.

Keimanan merangkumi kepercayaan kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, Hari Akhirat dan dengan takdir Allah Subhanahu Wata'ala sama ada baik ataupun sebaliknya. Menurut Dr. Yousef al-Qardawi, seorang tokoh ulama terkenal masa kini, iman yang sebenar merujuk kepada penanggapan atau pencapain akal manusia mencecah peringkat yakin, tanpa diseliputi oleh sebarang apa jua unsur syak dan ragu, disusuli dengan keakuran hati yang terserlah menerusi ketundukan dan kepatuhan seseorang terhadap semua perintah dan arahan yang diterima dari Allah Subhanahu Wata'ala, Tuhan yang diimaninya.

Dengan cahaya keimanan, dapat membentuk seseorang mukmin yang sempurna, sebuah masyarakat yang harmoni, negara yang aman dan sejahtera. Keimanan mampu mencorakkan seluruh aktiviti manusia berasaskan kacamata 'al-din' agama Islam dan memandu segala kegiatan pembangunan dengan tujuan supaya seluruh ahli masyarakat boleh mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Kesan daripada iman dalam diri seseorang akan dengan sendirinya menjadikannya sebagai manusia yang berguna, sentiasa bergerak dan berusaha bersungguh-sungguh dalam apa jua proses pembangunan. Kepentingan iman dalam proses pembangunan ialah sebagai nadi penggerak dan pemandu ke arah jalan yang betul yang tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam. Mana-mana projek yang bercanggah dengan syariat Islam seperti arak, judi, pusat-pusat hiburan maksiat tidak dapat dinamakan sebagai pembangunan kerana ianya pasti akan membawa kepada kehancuran dan ini berlawanan dengan pembangunan itu sendiri yang bermaksud menuju ke arah kehidupan yang lebih baik atau mengekalkan kehidupan yang sedia ada pada tahap yang baik.

Masyarakat Islam seharusnya perlu tahu bahawa mereka tidak ada pilihan lain untuk membangunkan negaranya melainkan mestilah mendapat bimbingan wahyu. Wahyu itu pula perlu kepada rasul yang membawa, menyampaikan dan menunjukkan dalam bentuk perbuatan kehendak wahyu tersebut. Sebab itu setiap pengutusan seseorang rasul akan diikuti dengan kebangkitan umat yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebangkitan sesuatu umat itu pula bermula dengan kebangkitan kerohanian iaitu keimanan atau kepercayaan kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan diikuti dengan pencapaian kebendaan yang tinggi berasaskan aqidah, hukum syarak dan akhlak yang mulia. Firman Allah Ta'ala dalam surah al-A'raaf ayat 96:

ولو أن أهل القرى ءامنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركات من السمآء والأرض

Tafsirnya:

Sekiranya penduduk negeri itu beriman serta bertakwa, tentulah Kami akan membuka kepada mereka (pintu pengurniaan) yang melimpah-limpah berkatnya dari langit dan bumi.

Iman dan takwa adalah dua perkara yang sangat mulia di sisi Allah Subhanahu Wata'ala. Membina rumah, bangunan, kereta, kapal, menimba ilmu dan sebagainya yang mendatangkan faedah dan manfaat adalah termasuk dalam amal salih. Namun, amal salih tidak sempurna jika tidak disertai dengan keimanan yang jitu akan keEsaan Allah Subhanahu Wata'ala. Selepas selesai sesuatu projek, bertawakkallah kepada Allah Subhanahu Wata'ala supaya apa yang diusahakan akan mendatangkan hasil yang baik dan bermanfaat untuk kebahagiaan hidup dunia akhirat.

Pembangunan yang direncanakan dalam Islam adalah menyeluruh mengambil kira aspek fizikal dan spiritual, kebendaan dan kerohanian. Sebagai contoh, bagi projek pembangunan perumahan kos rendah, setentunya mengandungi paling kurang tiga buah bilik tidur. Ini adalah kerana dalam ajaran Islam perlu mengasingkan tempat tidur anak-anak lelaki dengan perempuan apabila sampai peringkat umur tertentu. Begitu juga dengan projek-projek mega perumahan penduduk, perlu juga mengambil kira supaya masjid atau balai ibadat dibangunkan di tempat berkenaan sesuai dengan bilangan jumlah penduduk yang akan mendiami projek berkenaan.

Hal ini sebenarnya perlu diberi perhatian utama oleh semua pihak, khususnya kalangan yang terlibat dalam usaha pembangunan, samada penggubal dasar, jentera pelaksana dan kalangan yang terlibat dalam mana-mana projek pembangunan. Apatah lagi dalam konteks negara-negara membangun yang pernah dijajah oleh pihak penjajah yang bukan sedikit meninggalkan warisan idea tentang falsafah pembangunan dan strategi pelaksanaan yang tidak bersendikan asas-asas ajaran agama Islam. Semua pihak perlu memperbetulkan hala tuju apatah lagi bila sudah tersasar agar mempastikan setiap pembangunan yang diungkayahkan sekali-kali tidak mengenepikan unsur 'rabbani', khususnya dari aspek falsafah pembangunan yang mendasari seluruh kegiatannya.

Usaha-usaha mengkesampingkan peranan iman dalam proses pembangunan negara akan melahirkan generasi yang hilang kemanusiaannya walaupun mereka mungkin terkedepan dari aspek pencapaian material. Ini adalah kerana mengenepikan aspek keimanan kepada Allah Subhanahu Wata'ala boleh mengheret pembangunan itu menjurus ke arah kegagalan dan menimbulkan generasi yang terlalu mementingkan kebendaan dan kurang menekankan aspek penghayatan terhadap prinsip-prinsip ajaran Islam yang luhur. Maka tidak menghairankan, timbul bermacam-macam isu keruntuhan moral dan gejala sosial yang diwarnai dengan berbagai keanekaan ragamnya sesuai dengan perkembangan kemajuan teknologi terkini. Di tambah lagi dengan kekayaan yang diperolehi dari keuntungan berlipat ganda digunakan bagi menaja pelbagai rupa bentuk kemaksiatan, yang hanya menguntungkan si penaja dan�menghancurkan pihak-pihak yang terjerumus dalam kancah tersebut. Keadaan ini jika dibiarkan berterusan mewarnai pembangunan yang dikecapi, ianya boleh menghancurkan pembangunan itu sendiri. Firman Allah Ta'ala dalam surah al-Israa ayat 16:

وإذا أردنا أن تهلك قرية أمرنا مترفيها ففسقوا فيها فحق عليها القول فدمرناها تدميرا

Tafsirnya:

Dan apabila sampai tempoh Kami hendak membinasakan penduduk sesebuah negeri, Kami perintahkan (lebih dahulu) orang-orang yang melampau-lampau dengan kemewahan di antara mereka (supaya taat), lalu mereka menderhaka dan melakukan maksiat padanya; maka berhaklah negeri itu dibinasakan, lalu Kami menghancurkannya sehancur-hancurnya.

Bagi mengelakkan proses pembangunan berakhir dengan kegagalan dan kehancuran, falsafah-falsafah yang tidak berasaskan keimanan kepada Allah Subhanahu Wata'ala seperti sistem kapitalis dan sosialis komunis hendaklah diketepikan sama sekali. Walaupun akal, ilmu, falsafah dan idealogi yang dimiliki oleh manusia dapat mengenal pasti kebaikan dan keburukan, tetapi kemampuannya amat terbatas, tidak mutlak dan banyak dikuasai oleh kepentingan-kepentingan diri, kebendaan dan nafsu yang tidak pernah puas. Sebagai contoh, teori modenisasi yang diwar-warkan oleh negara-negara maju adalah berasaskan kepada hepotesis bahawa negara-negara membangun kekurangan tabungan dan teknologi dan rakyat pula enggan mengubah cara hidup sosiobudaya mereka yang dilabel Barat sebagai penghalang pembangunan. Teori ini menegaskan bahawa negara Barat adalah model untuk diikuti negara membangun dan untuk maju negara berkenaan harus mengimpot modal, teknologi, kepakaran dan nilai serta institusi dari Barat. Falsafah ciptaan Barat ini sebenarnya dipenuhi dengan unsur keraguan dan kekeliruan. Apa tidaknya, struktur sosioekonomi politik negara-negara membangun direkabentuk oleh penjajah dan bekas penjajah sehingga harus sentiasa bergantung kepada mereka dalam hampir semua kegiatan pembangunan. Misalnya, untuk mendapatkan modal dan teknologi moden, negara-negara membangun akan diberi bantuan atau pinjaman oleh negara-negara maju jika memenuhi syarat-syarat tertentu seperti membuka pasaran bebas, menaikkan faedah bank dan cukai yang kesannya boleh menindas pengusaha-pengusaha tempatan dan rakyat sesebuah negeri. Oleh itu, setiap lapisan masyarakat khususnya orang-orang Islam berkewajipan untuk memahami proses pembangunan. Kesedaran tentang pembangunan perlu wujud di kalangan masyarakat supaya pembangunan yang menurut acuan Islam tidak hanya setakat teori atau hanya dalam lipatan sejarah kegemilangan zaman silam. Jika jiwa pembangunan tidak wujud di kalangan masyarakat, maka kelancaran sesuatu perancangan projek pembangunan boleh terjejas atau pembangunan itu hampir-hampir tidak ada kerana masyarakat tidak terfikir untuk membangunkan suatu kawasan atau projek yang sebenarnya berpotensi untuk diperkembangmajukan.

Masyarakat Islam perlu mempunyai kefahaman yang jelas tentang konsep pembangunan sebagai kegiatan yang tidak terkeluar dari tugas manusia sebagai hamba dan khalifah yang dipertanggungjawabkan oleh Allah Subhanahu Wata'ala untuk mentadbir dunia berasaskan ajaran tauhid. Segala aktiviti pembangunan dalam sebuah masyarakat tidak harus mengkesampingkan usaha untuk mewujudkan masyarakat yang bermoral dan beretika serta berpegang teguh dengan nilai-nilai agama dan kerohanian. Dimensi utama yang sewajarnya menjadi teras dalam pembangunan sesebuah negara ialah pembangunan keinsanan menyeluruh dan bersepadu berakarkan keimanan dan kepatuhan kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Oleh: Haji Matussein bin Haji Jumat

Patah hati

Allah memilih Aminah “Si Bunga Quraisy” sebagai isteri Abdullah bin Abdul Muthalib di antara gadis lain yang cantik dan suci. Ramai gadis yang meminang Abdullah sebagai suaminya seperti Ruqaiyah binti Naufal, Fatimah binti Murr, Laila al Adawiyah, dan masih ramai wanita lain yang telah meminang Abdullah.

Ibnu Ishaq menuturkan tentang Abdul Muthalib yang membimbing tangan Abdullah anaknya setelah menebusnya dari penyembelihan. Lalu membawanya kepada Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah - yang waktu itu sebagai pemimpin bani Zuhrah - untuk dikahwinkan dengan Aminah.

Abdullah adalah pemuda paling tampan di Makkah. Paling memukau dan paling terkenal di Makkah. Tak hairan, jika ketika ia meminang Aminah, ramai wanita Makkah yang patah hati.”

Cahaya yang semula memancar di dahi Abdullah kini berpindah ke Aminah, padahal cahaya itulah yang membuat wanita-wanita Quraisy rela menawarkan diri sebagai calon isteri Abdullah. Setelah berhasil mengahwini Aminah, Abdullah pernah bertanya kepada Ruqaiyah mengapa tidak menawarkan diri lagi sebagai suaminya. Apa jawab Ruqayah, “Cahaya yang ada padamu dulu telah meninggalkanmu, dan kini aku tidak memerlukanmu lagi.”

Fatimah binti Murr yang ditanyai juga berkata, “Hai Abdullah, aku bukan seorang wanita jahat, tetapi kulihat aku melihat cahaya di wajahmu, kerana itu aku ingin memilikimu. Namun Allah tak mengizinkan kecuali memberikannya kepada orang yang dikehendakiNya.” Jawaban serupa juga disampaikan oleh Laila al Adawiyah. “Dulu aku melihat cahaya bersinar di antara kedua matamu kerana itu aku mengharapkanmu. Namun engkau menolak. Kini engkau telah mengahwini Aminah, dan cahaya itu telah lenyap darimu.”

Memang “cahaya” itu telah berpindah dari Abdullah kepada Aminah. Cahaya ini setelah berpindah-pindah dari sulbi-sulbi dan rahim-rahim lalu menetap pada Aminah yang melahirkan Nabi Muhammad SAW. Bagi Muhammad merupakan hasil dari doa Ibrahim bapanya. Kelahirannya sebagai khabar gembira dari Isa saudaranya, dan merupakan hasil mimpi dari Aminah ibunya. Aminah pernah bermimpi seakan-akan sebuah cahaya keluar darinya menyinari istana-istana Syam. Dari suara ghaib ia mendengar, “Engkau sedang mengandung pemimpin ummat.”

Masyarakat di Makkah selalu membicarakan, kedatangan nabi yang ditunggu-tunggu sudah semakin dekat. Para pendita Yahudi dan Nasrani, serta peramal-peramal Arab, selalu membicarakannya. Dan Allah telah mengabulkan doa Ibrahim as. seperti disebutkan dalam Surah al Baqarah ayat 129. “Ya Tuhan kami. Utuslah bagi mereka seorang rasul dari kalangan mereka.” Dan terwujudlah khabar gembira dari Isa as. seperti tersebut dalam Surah as Shaff ayat 6. “Dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad (Muhammad). Benar pulalah tentang ramalan mimpi Aminah tentang cahaya yang keluar dari dirinya serta menerangi istana-istana Syam itu.”

Banyak Ingatkan Mati

Umat Islam sekarang suka berseronok dan bersuka ria. Apabila berbicara tentang mati, mereka hanya mengakui bahawa mati itu pasti datang. Sedikit sahaja yang mengambil langkah persediaan bagi menghadapi mati. Ramai yang membeli polisi insuran nyawa atau kemalangan berbanding membuat persediaan menghadapi hari mati.

Di dalam Surah Al-Baqarah ayat 95, Allah telah menceritakan gelagat orang-orang Yahudi yang hidup melakukan dosa dan tidak memikirkan sangat soal mati. Firman Allah, “Dan sudah tentu mereka tidak akan mencita-citakan mati itu selama-lamanya, dengan sebab dosa-dosa yang telah mereka lakukan; dan Allah sentiasa mengetahui akan orang-orang yang zalim itu.”

Menurut Abdullah Bin Umar, Rasulullah s.a.w. telah bersabda, “Sesungguhnya hati-hati ini akan berkarat sebagaimana besi berkarat apabila terkena air.” Beliau lalu ditanya, “Ya Rasulullah, apakah penggilapnya?” Rasulullah bersabda, “Banyak ingatkan maut dan membaca Al-Quran.”

Seorang wanita berhati mulia, pemimpin para ibu. Seorang ibu yang telah menganugerahkan anak tunggal yang mulia pembawa risalah yang lurus dan kekal, rasul yang bijak pembawa hidayah. Dialah Aminah binti Wahab. Ibu dari Muhammad bin Abdullah yang diutus Allah sebagai rahmat seluruh alam. Cukuplah baginya kemuliaan dan kebanggaan yang tidak dapat dimungkiri, bahawa Allah azza wa jalla memilihnya sebagai ibu seorang rasul mulia dan nabi yang terakhir.

Berkatalah Muhammad puteranya tentang nasabnya. “Allah telah memilih aku dari Kinanah, dan memilih Kinanah dari suku Quraisy bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.” Dengarlah sabdanya lagi, “Allah memindahkan aku dari sulbi-sulbi yang baik ke rahim-rahim yang suci secara terpilih dan terdidik. Tiadalah bercabang dua, melainkan aku di bahagian yang terbaik.”

Aminah bukan cuma ibu seorang rasul atau nabi, tetapi juga wanita pengukir sejarah. Kerana risalah yang dibawa putera tunggalnya sempurna, benar dan kekal sepanjang zaman. Suatu risalah yang bermaslahat bagi ummat manusia. Berkatalah Ibnu Ishaq tentang Aminah binti Wahab ini. “Pada waktu itu ia merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.”

Menurut penilaian Dr. Bint Syaati tentang Aminah ibu Muhammad iaitu. “Masa kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia (Aminah) memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat aristokrasi (bangsawan) yang sangat membanggakan kemuliaan nenek moyang dan keturunannya.”

Aminah binti Wahab merupakan bunga yang indah di kalangan Quraisy serta menjadi puteri dari pemimpin bani Zuhrah. Pergaulannya senantiasa dalam penjagaan dan tertutup dari pandangan mata. Terlindung dari pergaulan bebas sehingga sukar untuk dapat mengetahui jelas penampilannya atau gambaran fizikalnya. Para sejarawan hampir tidak mengetahui kehidupannya kecuali sebagai gadis Quraisy yang paling mulia nasab dan kedudukannya di kalangan Quraisy.

Meski tersembunyi, baunya yang harum semerbak keluar dari rumah bani Zuhrah dan menyebar ke segala penjuru Makkah. Bau harumnya membangkitkan harapan mulia dalam jiwa para pemudanya yang menjauhi wanita-wanita lain yang terpandang dan dibicarakan orang.

Pemimpin Para Ibu

Aminah adalah pemimpin para ibu, kerana ia ibu Nabi Muhammad yang dipilih Allah sebagai rasul pembawa risalah untuk ummat manusia hingga akhir zaman. Muhammadlah penyeru kebenaran dan keadilan serta kebaikan berupa agama Islam. “Dan barangsiapa memilih agama selain Islam, maka tiadalah diterima (agama itu) darinya. Dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

(Ali Imran: 85)
Saat menjelang wafatnya, Aminah berkata: “Setiap yang hidup pasti mati, dan setiap yang baru pasti usang. Setiap orang yang tua akan binasa. Aku pun akan wafat tapi sebutanku akan kekal. Aku telah meninggalkan kebaikan dan melahirkan seorang bayi yang suci.”
Diriwayatkan oleh Aisyah dengan katanya, “Rasulullah SAW memimpin kami dalam melaksanakan haji wada’. Kemudian baginda lalu dekat kubur ibunya sambil menangis sedih. Maka aku pun ikut menangis kerana tangisnya.”
Betapa harumnya nama Aminah, dan betapa kekalnya namanya nan abadi. Seorang ibu yang luhur dan agung sebagai ibu Muhammad manusia paling utama di dunia, paling sempurna di antara para nabi, dan sebagai rasul yang mulia. Aminah binti Wahab adalah ibu kandung rasul yang mulia. Semoga Allah memberkahinya.

Hikmah Berzikir

Firman Allah s.w.t maksudnya:
"Dan orang-orang lelaki yang banyak menyebut ( mengingati ) Allah dan orang-orang perempuan yang banyak menyebut Allah, maka Allah telah menyediakan untuk mereka keampunan dan ganjaran pahala yang besar."
( al-Ahzab 35 )

Dari Rasulullah s.a.w ,
"Sesiapa yang mengucapkan 'Subahanallah hil'azimi Wabihamdih' maka akan ditanamkan untuknya sepohon pokok tamar di dalam syurga."
( H.R Muslim)

• Akan mendapat keredhaan Allah dan memperolehi ketenangan pada hati serta dapat merasakan kelazatan iman di dalam jiwa.
• Akan menimbulkan kejernihan, kemanisan pada hati dan wajah.
• Akan mendapat kasih sayang, kecintaan serta keampunan dari Allah serta dimurahkan rezekinya.
• Akan dapat merasakan betapa besar, agung, hebat dan berkuasanya kerajaan Allah.
• Akan segera mendapat pembelaan dari Allah bila seseorang itu berada di dalam kesusahan dan kedukaan.
• Akan mendapat penghormatan dan doa dari sekalian para malaikat.
• Akan memperolehi pohon tamar di dalam syurga kelak, semakin banyak ia berzikir maka semakin banyaklah pohon -pohon tamar itu untuknya.
• Akan mendapat nur ( cahaya ) dari Allah dalam kehidupan di dunia ini, di alam barzakh dan juga pada titian sirat nanti.
• Dapat membina rumah dan juga istana di dalam syurga. Bila kita berhenti berzikir maka berhentilah pembinaannya di syurga.
• Dapat menjadi pendinding dan juga perisai dari neraka jahannam.
• Dapat mendekatkan diri kepada Allah untuk membuka pintu masuk segala kebaikan.
• Dapat menghalau dan mematahkan gangguan syaitan terhadap dirinya.
• Dapat menghilangkan perasaan runsing yang bersarang di dalam hatinya.
• Dapat membersihkan hatinya daripada segala jenis kotoran dan juga penyakit.
• Dapat menjauhkan dirinya dari segala jenis ketakutan dan kebimbangan.
• Dapat menghapuskan dosa-dosa kecil serta maksiat kecil .
• Dapat melepaskan seseorang yang berzikir itu dari sifat munafik.
• Bila seseorang itu menyertai majlis zikir maka sebenarnya ia telah menyertai majlis yang dihadiri oleh para malaikat.
• Akan sentiasa diingati oleh Allah seperti dalam firman-Nya, "ingatlah kamu kepadaKu maka Aku akan mengingatimu".

ZAKAT fitrah adalah tuntutan yang wajib ditunaikan apabila seseorang memenuhi syarat-syaratnya. Ini berdasarkan hadis yang bermaksud: “Rasulullah memfardukan zakat fitrah pada Ramadan segantang tamar atau segantang gandum atas orang Islam sama ada hamba sahaya atau merdeka, lelaki atau perempuan, kecil atau besar.”

Hukum mengeluarkan zakat fitrah turut diperuntukkan dalam enakmen setiap negeri ketika ini. Berdasarkan seksyen 16 Enakmen Kesalahan Jenayah Syariah berkaitan zakat fitrah, dijelaskan: ‘Mana-mana orang wajib membayar zakat atau fitrah tetapi:

(a) enggan membayar atau dengan sengaja tidak membayar zakat atau fitrah itu; atau

(b) enggan membayar atau dengan sengaja tidak membayar zakat atau fitrah itu melalui amil yang dilantik, atau mana-mana orang lain yang diberi kuasa oleh Majlis untuk memungut zakat atau fitrah, adalah melakukan suatu kesalahan dan apabila disabitkan boleh didenda tidak melebihi RM1,000 atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya.’

Seksyen ini menggariskan bahawa menjadi kesalahan apabila seseorang gagal atau enggan menyempurnakan kewajipan zakat fitrah. Sesungguhnya, peruntukan ini terpakai kepada sesiapa saja yang enggan membayar zakat fitrah sedangkan dirinya cukup syarat.

Umat Islam hendaklah bersegera dalam mengeluarkan zakat dengan menyedari bahawa ia adalah antara tuntutan Rukun Islam yang lima.

Sesungguhnya, Islam seseorang belum lagi sempurna jika tidak mengeluarkan zakat.

Setiap Muslim hendaklah mengeluarkannya dengan hati terbuka, ikhlas dan bukannya berasakan ia adalah satu paksaan.

Kefarduan mengeluarkan zakat fitrah pada Ramadan adalah bukti bahawa umat Islam perlu hidup bertolak ansur dan bersatu padu tanpa membezakan status ekonomi, keturunan, pendidikan dan kadar ketakwaan.

Ini seiring dengan fungsinya untuk meningkatkan daya saing ekonomi kaum dua'fa (orang lemah). Mereka ialah fakir, orang miskin, amil yang menguruskan zakat, mualaf yang dijinakkan hatinya, hamba yang hendak memerdekakan dirinya, orang berhutang, untuk (dibelanjakan pada) jalan Allah dan orang dalam perjalanan.

Jelasnya, dengan zakat itu dapat merapatkan jurang pendapatan antara orang kaya dan miskin.

Zakat fitrah diwajibkan pada Ramadan kerana Allah memberi keistimewaan kepada Ramadan sebagai bulan toleransi dan perpaduan antara kaya dan miskin.

Orang kaya difardukan berpuasa bagi membolehkan mereka merasakan keperitan hidup orang miskin apabila menahan lapar dan dahaga kerana ketidakmampuan memenuhi hajat hidup.

Dengan itu, akan timbul kesedaran dan rasa simpati terhadap keperitan hidup orang miskin. Rasa simpati ini dibuktikan dengan kesediaan mereka membayar zakat fitrah.

Zakat fitrah juga berfungsi membersihkan jiwa pembayar serta menimbulkan nilai toleransi dan perpaduan orang kaya terhadap orang miskin.

Hakikatnya, zakat berfungsi sebagai amalan ibadat untuk mendekatkan diri kepada Allah hingga menjauhkan manusia daripada sifat mencintai dunia secara berlebihan dan melupakan hari akhirat.

Hikmatnya zakat juga dapat menyucikan diri orang yang berpuasa kerana ada kemungkinan dirinya itu mengalami kesan kelalaian, kerosakan puasanya. Begitu juga dia akan mengelakkan orang fakir dan miskin daripada meminta-minta pada hari raya.

Ibnu Abbas berkata yang bermaksud: “Rasulullah telah memfardukan zakat fitrah sebagai menyucikan orang yang berpuasa daripada sia-sia dan kerosakan untuk menjadi makanan pada orang miskin.”

Islam menetapkan lapan asnaf yang berhak menerima zakat. Dalam al-Quran, Allah berfirman maksudnya: “Sesungguhnya sedekah (zakat) itu hanya tertentu untuk orang fakir, miskin, amil yang menguruskan zakat, muallaf yang dijinakkan hatinya dan hamba yang ingin membebaskan diri (diberi peluang menebus diri tetapi tidak mampu), orang berhutang.

“Orang yang berjuang di jalan Allah dan orang musafir (yang kehabisan bekalan) dalam perjalanan, sebagai kewajipan fardu yang ditetapkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Surah at-Taubah, ayat 60).

Bagaimanapun, masih ada umat Islam yang mengambil mudah kewajipan berzakat fitrah. Mereka terlupa mengeluarkannya hingga tiba Aidilfitri.

Mengikut syarak, zakat fitrah perlu dilakukan sepanjang Ramadan manakala hukumnya menjadi haram selepas solat Aidilfitri.

Perkara ini ada disebut Rasulullah saw dalam sabdanya yang bermaksud : “Zakat fitrah itu dibuat bagi membersihkan orang yang berpuasa daripada percakapan yang sia-sia dan kotor dan k makanan bagi orang miskin.

“Sesiapa yang menunaikannya sebelum solat Aidilfitri, maka itulah zakat yang diterima. Dan sesiapa yang membayar zakatnya sesudah solat, maka itu adalah sedekah biasa saja.” (Hadis riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah).

Berdasarkan hadis ini, janganlah kita berlengah untuk berzakat fitrah. Ingatkanlah ahli keluarga dan rakan supaya ibadat yang difardukan setahun sekali ini dapat dilakukan tepat pada masanya.

;;

**Tv online**