Banyak pertanyaan yang yang timbul dalam masyarakat kita. Kenapa kita harus berusaha sedangkan Allah telah menetapkan taqdir pada kita? Inilah yang harus dijawab supaya umat Islam tidak menjadi umat yang statis jika kita salah memahami konsep taqdir.
Taqdir dan usaha adalah dua sisi yang berbeda, dimana taqdir berhubungan dengan amalan hati sedangkan usaha adalah amalan fisik, tidak salah jika mengabungkan keduanya.
Ambil contoh perbedaan antara amalan hati dan fisik. Mengimani Allah tidak berarti meninggal ibadah padaNya. Mengimani rasul tidak berarti meninggalkan sunnahnya. Mengimani Quran tidak berarti meninggalkan membacanya, memahami, melaksanakan hukum hukumnya serta berhenti memperjuangkan tegaknya perintahnya. Demikian pula mengimani taqdir tidak diartikan meninggalkan usaha dan kerja keras. Itulah sebab mengapa mengimani qada’ dan qadar ( taqdir ) dimasukan pada rukun iman yang enam bukan pada rukun Islam.
Sungguh bijak ungkapan Imam Al Juazi. Jika ada orang yang bertanya : Mengapa kita harus berusaha sedang taqdir telah mendahului kita? Maka katakanlah pada orang itu : Mengapa kita tidak berusaha sedang yang membuat taqdir menyuruh kita berusaha?
Benarlah firman Allah SWT “Apabila sudah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak banyak supaya kamu beruntung ( QS Al Jummah : 10 )
Dari ayat ini bisa ditarik kesimpulan bahwa mengingat Allah banyak banyak tidak bermakna meninggalkan usaha. Disinilah perlunya umat Islam memahami Quran secara syamil agar tidak di otak atik oleh musuh musuh Islam.
Napoleon Banaparte ketika memasuki Mesir sempat mengunakana dalil taqdir untuk melemahkan perlawanan umat dengan ucapannya yang terkenal “ Kalian memang ditaqdirkan untuk dijajah! Namun masih ada yang bisa membalas ucapan ini : Jika dijajah adalah taqdir maka melawan penjajahan juga taqdir”. Mungkin mereka para pahlawan Islam itu mengambil dari ucapan Umar bin Khatab. “Lari dari taqdir Allah kepada taqdir Allah.”
Pemahaman taqdir secara separuh separuh akan mengakibatkan keterlambatan umat dalam mengejar ketinggalannya. Maka selamanyalah umat Islam dibawah telapak kaki kafir.
Sirah Rasul jelas mengatakan bahwa beliau tidak meninggalkan usaha dengan alasan taqdir ,sedangkan beliau SAW adalah manusia yang paling bertawwakkal pada Allah. Demikian pula Nabi Nabi sebelum beliau tidak satupun hanya duduk menunggu pertolongan dan rezeki dari langit.
Benarlah ucapan ulama’ “Bertawwakkal adalah jiwa Rasulullah sedangkan kerja keras adalah Sunnahnya”
Taqdir dan usaha adalah dua sisi yang berbeda, dimana taqdir berhubungan dengan amalan hati sedangkan usaha adalah amalan fisik, tidak salah jika mengabungkan keduanya.
Ambil contoh perbedaan antara amalan hati dan fisik. Mengimani Allah tidak berarti meninggal ibadah padaNya. Mengimani rasul tidak berarti meninggalkan sunnahnya. Mengimani Quran tidak berarti meninggalkan membacanya, memahami, melaksanakan hukum hukumnya serta berhenti memperjuangkan tegaknya perintahnya. Demikian pula mengimani taqdir tidak diartikan meninggalkan usaha dan kerja keras. Itulah sebab mengapa mengimani qada’ dan qadar ( taqdir ) dimasukan pada rukun iman yang enam bukan pada rukun Islam.
Sungguh bijak ungkapan Imam Al Juazi. Jika ada orang yang bertanya : Mengapa kita harus berusaha sedang taqdir telah mendahului kita? Maka katakanlah pada orang itu : Mengapa kita tidak berusaha sedang yang membuat taqdir menyuruh kita berusaha?
Benarlah firman Allah SWT “Apabila sudah ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak banyak supaya kamu beruntung ( QS Al Jummah : 10 )
Dari ayat ini bisa ditarik kesimpulan bahwa mengingat Allah banyak banyak tidak bermakna meninggalkan usaha. Disinilah perlunya umat Islam memahami Quran secara syamil agar tidak di otak atik oleh musuh musuh Islam.
Napoleon Banaparte ketika memasuki Mesir sempat mengunakana dalil taqdir untuk melemahkan perlawanan umat dengan ucapannya yang terkenal “ Kalian memang ditaqdirkan untuk dijajah! Namun masih ada yang bisa membalas ucapan ini : Jika dijajah adalah taqdir maka melawan penjajahan juga taqdir”. Mungkin mereka para pahlawan Islam itu mengambil dari ucapan Umar bin Khatab. “Lari dari taqdir Allah kepada taqdir Allah.”
Pemahaman taqdir secara separuh separuh akan mengakibatkan keterlambatan umat dalam mengejar ketinggalannya. Maka selamanyalah umat Islam dibawah telapak kaki kafir.
Sirah Rasul jelas mengatakan bahwa beliau tidak meninggalkan usaha dengan alasan taqdir ,sedangkan beliau SAW adalah manusia yang paling bertawwakkal pada Allah. Demikian pula Nabi Nabi sebelum beliau tidak satupun hanya duduk menunggu pertolongan dan rezeki dari langit.
Benarlah ucapan ulama’ “Bertawwakkal adalah jiwa Rasulullah sedangkan kerja keras adalah Sunnahnya”
Subscribe to:
Kommentarer til indlægget (Atom)
|
0 kommentarer:
Send en kommentar