Ulama

DALAM struktur sosial masyarakat Aceh, ulama memiliki peran dan posisi strategis. Hal ini sejalan dengan pandangan Islam yang menempatkan ulama sebagai panutan umat dan pewaris para nabi. Tanpa ulama masyarakat akan tersesat dalam kegelapan dunia. Karenanya, agak ganjil kalau umat Islam malah terjebak untuk melecehkan ulama karena ketidakpahaman mereka terhadap peran ulama.

Ulama adalah sumber ilmu dan pelita dalam masyarakat. Keberadaan ulama merupakan salah satu indikator masih hidupnya ilmu agama di tengah masyarakat. Dalam satu hadist Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu begitu saja dari diri para ulama, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan matinya para ulama. Sehingga jika tidak tersisa seorang ulama-pun, maka masyarakat akan mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Jika mereka ditanya, mereka menjawab tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan ” (HR Bukhari).

Dulu, ulama bukan hanya berkiprah di lapangan agama semata, peran mereka juga merambah ranah sosial, ekonomi dan politik. Sehingga ada yang membagi ulama dalam beberapa bentuk tergantung kiprah mereka. Ulama yang bergerak di lapangan politik disebut sebagai ulama negarawan dan yang berperan di ranah keilmuan disebut sebagai ulama intelektual. Demikian juga banyak ulama yang aktif di kegiatan bisnis seperti menjadi pedagang. Ulama-ulama Aceh dulu banyak juga yang bermata pencarian sebagai petani dan peniaga.

Peran ulama yang merambah berbagai bidang ini dulu sama sekali tidak dipersoalkan, karena mereka tetap menjadi lampu keilmuan di tengah-tengah masyarakat. Sekarang banyak muncul gugatan yang menuduh ulama terjebak dalam kehidupan dunia dan secara khusus dalam kehidupan politik dan meninggalkan rumah besar ummat bernama dayah. Padahal, para pengkritik dan penggugat itu tidak tahu sama sekali kenapa ulama memilih jalur politik. Mereka tidak tahu bahwa ulama juga melakukan “ijtihad politik” yang kemudian memutuskan untuk memperbaiki kehidupan ummat dengan jalur struktural.

Di Kelantan, Malaysia, Datuk Nik Aziz merupakan ulama yang menjadi menteri besar di sana dan tetap konsisten hidup secara sederhana dan menjalankan pemerintahan secara jujur. Kesederhanaan beliau sebagai menteri besar, jabatan setingkat gubernur di Indonesia, merupakan bukti bahwa beliau bisa menjadi ulama sekaligus umara yang memimpin umat dalam kesederhaannya. Wallahu`alam.
Oleh Tgk. H. Mustafa Ahmad

0 kommentarer:

**Tv online**