Seorang syeikh menceritakan bahawa di Moroko ada seorang zahid yang dikenal sangat tekun meniti jalan sufi. Ia hidup sangat sederhana sebagai nelayan. Sebagian hasil tangkapannya ia sedekahkan dan sebahagian lagi ia makan. Suatu ketika seorang muridnya ingin pergi ke sebuah daerah di Moroko. Syeikh yang nelayan itu berkata, "Setibanya di sana, temuilah Fulan. Sampaikan salamku kepadanya dan mintalah doa darinya. Sebab, ia seorang wali Allah."
Sang murid bercerita, "Kemudian aku pergi hingga tiba di negeri yang dituju. Aku menanyakan keberadaan orang tersebut. Mereka menunjukkan sebuah rumah yang menunujukkan di tempati seorang raja. Aku terheran-heran melihatnya. Lalu aku meminta izin untuk menemui orang tersebut. Seseorang memberi tahu bahawa ia sedang menemani raja. Aku semakin herann. Tak lama berselang, ia datang dengan memakai pakaian yang sangat bagus dan kereta yang indah. Penampilannya laksana seorang raja. Keadaan itu membuatku semakin heran. Sempat terdetik dalam hatiku untuk kembali dan tidak menemuinya. Namun, aku tidak mahu menentang amanat guruku. Kemudian, aku meminta izin untuk masuk. Dan ia mengajakku masuk. Setibanya di dalam rumah, aku semakin takjub melihat banyaknya budak dan pelayan.
Lalu aku berkata kepadanya, "Saudaramu, Fulan, mengirimkan salam kepadamu?"
Ia balik bertanya,"Engkau dari sana?!"
"Ya."
"Kalau kau pulang nanti, tanyakan kepadanya, "Sampai bila kau menyibukkan diri dengan dunia? Sampai bila kau mengejar dunia? Dan sampai bila kau memelihara keinginanmu terhadap dunia?"
Mendengar ucapan, demi Allah aku semakin heran. Ketika pulang ke tempat guruku, ia bertanya,"Engkau sudah bertemu dengan Fulan?"
"Ya."
"Apa yang ia katakan kepadamu?"
"Tidak ada."
"Namun ia berkata,"Pasti ia berpesan sesuatu untukku." Akhirnya, aku menyampaikan kepadanya ucapan wali tersebut. Mendengar itu, Syeikh menangis lama, lalu berkata,"Saudaraku itu memang benar. Allah telah membersihkan kalbunya dari dunia sehingga hanya ada di tangannya, tak berbekas di hatinya. Sementara, aku mengambilnya dari tangan dan hatiku masih menginginkannya."
Pertanyaan sebahagian sahabat kpd Rasulullah s.a.w. dalam Hadis Nabi sebagai berikut:
"Siapakah wali-wali Allah yang tidak takut dan gundah? Nabi s.a.w menjawab: Ialah orang-orang yang selalu memperhatikan bathin dunia pada ketika manusia memperhatikan lahiriah dunia. Dan mereka itu pula mementingkan lahiriah dunia pada ketika ummat manusia mementingkan dunia di waktu sekarang."
Dari Hadis ini, bahawa wali-wali Allah meskipun mereka memegang dunia, apakah mereka merupakan sebagai raja atau seorang yang kaya, mereka itu tidak melihat kepada lahiriah dunia, tetapi mereka melihat kepada bathin dunia itu dan hakikatnya. Sebab mereka mengetahui, bahawa dunia itu tidak abadi, tetapi hanya sebentar sahaja. Sedangkan yang abadi adalah faedah yang mereka dapatkan daripada menempatkan dunia itu pada tempatnya dalam erti 'sebagai alat untuk mencari keredhaan Allah s.w.t'
Berlainan dengan manusia biasa, mereka berlumba-lumba mencari keuntungan dunia sekarang juga tanpa memikirkan keridhaan Allah pada pekerjaannya itu. Sedangkan wali-wali Allah melihat kepada penglihatan yang jauh, yakni masa-masa setelah kita berpisah dengan dunia yang fana', mulai dari alam barzakh hingga sampai ke alam akhirat yang kekal lagi baqa.
Isi surat dari Sayidina Ali kpd Salman Al-Farisi:
"Dunia itu adalah seumpama ular, lembut sentuhannya, tetapi bisanya mematikan, maka berpalinglah anda dengan menjauhkan diri dari semua sesuatu yang menimbulkan kekaguman anda padanya (dunia) kerana (akan menjadi) sedikit sesuatu yang menyertai anda dari (bahaya) dunia itu."
Kalimat Saiyidina Ali ini merupakan peringatan kepada Salman Farisi pada khususnya dan ummat Islam pada umumnya tentang hakikat pangkat keduniaan. Bukan tidak boleh kita menduduki pangkat keduniaan itu, tetapi beliau memperingatkan supaya pada kita ada ketahanan mental atau ketahanan bathin, sehingga kita dapat mengendalikan pangkat keduniaan itu demi untuk keselamatan kita di dunia dan akhirat. Apabila ketahanan mental atau bathin kita tidak ada dalam diri kita, maka kita akan terpengaruh dari kekaguman kita terhadap dunia yang sedang kita pegang.
Oleh sebab itu maka keimanan kepada Allah s.w.t yang kuat dan mantap adalah sangat diperlukan, sehingga kesusahan dunia dengan segala kepahitannya dapat diatasi, kerana pangkat dunia yang sedang kita hadapi ini adalah berjalan atas niat yang baik, yakni mencari keredhannya dalam erti yang luas.
Sang murid bercerita, "Kemudian aku pergi hingga tiba di negeri yang dituju. Aku menanyakan keberadaan orang tersebut. Mereka menunjukkan sebuah rumah yang menunujukkan di tempati seorang raja. Aku terheran-heran melihatnya. Lalu aku meminta izin untuk menemui orang tersebut. Seseorang memberi tahu bahawa ia sedang menemani raja. Aku semakin herann. Tak lama berselang, ia datang dengan memakai pakaian yang sangat bagus dan kereta yang indah. Penampilannya laksana seorang raja. Keadaan itu membuatku semakin heran. Sempat terdetik dalam hatiku untuk kembali dan tidak menemuinya. Namun, aku tidak mahu menentang amanat guruku. Kemudian, aku meminta izin untuk masuk. Dan ia mengajakku masuk. Setibanya di dalam rumah, aku semakin takjub melihat banyaknya budak dan pelayan.
Lalu aku berkata kepadanya, "Saudaramu, Fulan, mengirimkan salam kepadamu?"
Ia balik bertanya,"Engkau dari sana?!"
"Ya."
"Kalau kau pulang nanti, tanyakan kepadanya, "Sampai bila kau menyibukkan diri dengan dunia? Sampai bila kau mengejar dunia? Dan sampai bila kau memelihara keinginanmu terhadap dunia?"
Mendengar ucapan, demi Allah aku semakin heran. Ketika pulang ke tempat guruku, ia bertanya,"Engkau sudah bertemu dengan Fulan?"
"Ya."
"Apa yang ia katakan kepadamu?"
"Tidak ada."
"Namun ia berkata,"Pasti ia berpesan sesuatu untukku." Akhirnya, aku menyampaikan kepadanya ucapan wali tersebut. Mendengar itu, Syeikh menangis lama, lalu berkata,"Saudaraku itu memang benar. Allah telah membersihkan kalbunya dari dunia sehingga hanya ada di tangannya, tak berbekas di hatinya. Sementara, aku mengambilnya dari tangan dan hatiku masih menginginkannya."
Pertanyaan sebahagian sahabat kpd Rasulullah s.a.w. dalam Hadis Nabi sebagai berikut:
"Siapakah wali-wali Allah yang tidak takut dan gundah? Nabi s.a.w menjawab: Ialah orang-orang yang selalu memperhatikan bathin dunia pada ketika manusia memperhatikan lahiriah dunia. Dan mereka itu pula mementingkan lahiriah dunia pada ketika ummat manusia mementingkan dunia di waktu sekarang."
Dari Hadis ini, bahawa wali-wali Allah meskipun mereka memegang dunia, apakah mereka merupakan sebagai raja atau seorang yang kaya, mereka itu tidak melihat kepada lahiriah dunia, tetapi mereka melihat kepada bathin dunia itu dan hakikatnya. Sebab mereka mengetahui, bahawa dunia itu tidak abadi, tetapi hanya sebentar sahaja. Sedangkan yang abadi adalah faedah yang mereka dapatkan daripada menempatkan dunia itu pada tempatnya dalam erti 'sebagai alat untuk mencari keredhaan Allah s.w.t'
Berlainan dengan manusia biasa, mereka berlumba-lumba mencari keuntungan dunia sekarang juga tanpa memikirkan keridhaan Allah pada pekerjaannya itu. Sedangkan wali-wali Allah melihat kepada penglihatan yang jauh, yakni masa-masa setelah kita berpisah dengan dunia yang fana', mulai dari alam barzakh hingga sampai ke alam akhirat yang kekal lagi baqa.
Isi surat dari Sayidina Ali kpd Salman Al-Farisi:
"Dunia itu adalah seumpama ular, lembut sentuhannya, tetapi bisanya mematikan, maka berpalinglah anda dengan menjauhkan diri dari semua sesuatu yang menimbulkan kekaguman anda padanya (dunia) kerana (akan menjadi) sedikit sesuatu yang menyertai anda dari (bahaya) dunia itu."
Kalimat Saiyidina Ali ini merupakan peringatan kepada Salman Farisi pada khususnya dan ummat Islam pada umumnya tentang hakikat pangkat keduniaan. Bukan tidak boleh kita menduduki pangkat keduniaan itu, tetapi beliau memperingatkan supaya pada kita ada ketahanan mental atau ketahanan bathin, sehingga kita dapat mengendalikan pangkat keduniaan itu demi untuk keselamatan kita di dunia dan akhirat. Apabila ketahanan mental atau bathin kita tidak ada dalam diri kita, maka kita akan terpengaruh dari kekaguman kita terhadap dunia yang sedang kita pegang.
Oleh sebab itu maka keimanan kepada Allah s.w.t yang kuat dan mantap adalah sangat diperlukan, sehingga kesusahan dunia dengan segala kepahitannya dapat diatasi, kerana pangkat dunia yang sedang kita hadapi ini adalah berjalan atas niat yang baik, yakni mencari keredhannya dalam erti yang luas.
Subscribe to:
Kommentarer til indlægget (Atom)
|
0 kommentarer:
Send en kommentar